Pertanyaan ini  terucap dari banyak orangtua murid (khususnya sekolah swasta) menjelang dan ketika pengambilan rapor kenaikan kelas sekarang ini. Bahkan, ada juga orangtua yang menanyakan, apakah mereka harus membayar SPP bulan Juni.Â
Anggapan mereka, selama bulan Juni tidak ada lagi pembelajaran jarak jauh. Tidak ada lagi kegiatan anaknya jika dibandingkan dengan bulan April sampai Mei 2020. Alasan pertanyaan-pertanyaan orangtua di atas sangat jelas dan masuk akal, karena keluarganya terdampak pandemi virus corona yang tengah melanda negara kita.
Sebagai guru dan sebagai bapak rumah tangga, tentu saya tidak terkejut dengan permintaan seperti itu, karena saya juga mengalami dampak yang sama dengan orangtua tersebut. Berikut ini faktanya.
Pemasukan Berkurang
Penyebaran virus corona di Indonesia telah mendorong pemerintah untuk mengeluarkan edaran untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah pada awal pandemi. Selanjutnya, karena peningkatan kasus poisitif corona, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).Â
Kebijakan ini telah berdampak luas terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk ekonomi keluarga, orangtua murid. Perusahaan-perusahaan mulai membatasai aktivitas tenaga kerja, bahkan ada yang merumahkan karyawannya.Â
Bagi pelaku ekonomi mandiri, seperti pedagang, terpaksa tinggal di rumah atau bekerja dari tumah. Kebijakan ini tentu berpengaruh terhadap ekonomi (dalam hal ini keuangan) orangtua murid.
Dana KJP
Pandemi virus corona berpampak pada dana Kartu Jakarta Pintar (KJP). Mendesaknya kebutuhan keluarga, orangtua terpaksa mengambil tunai dana KJP yang telah masuk ke rekening anaknya.Â
Mereka sadar bahwa dana KJP tidak bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk belanja bulanan karena sebagian diperuntukkan membayar SPP. Namun, itu terpaksa dilanggarnya sehingga memperbesar tunggakan pembayaran.Â
Gaji Guru dan Tendik
Berkaitan dengan permintaan orangtua murid yang meminta pembebasan pembayaran SPP bulan Juni, perlu penjelasan yang bijak dari guru atau dari pihak sekolah.Â
Sekolah perlu menjelaskan kepada orangtua bahwa pembiayaan sekolah dalam satu tahun anggaran adalah bulan Juli sampai bulan Juni tahun berikutnya. Salah satu contohnya adalah sistem penggajian. Sekolah atau yayasan tetap membayar gaji guru dan tendik sampai bulan Juni.Â
Kebijakan Sekolah
Berkaitan dengan permintaan orangtua untuk menurunkan SPP, dibutuhkan sikap bijak dari sekolah dan yayasan. Mengapa? Menurunkan SPP berpengaruh terhadap pemasukan yayasan, berpengaruh terhadap Anggaran dan Belanja Sekolah (APBS). Berikut beberapa pemikiran yang bisa membantu sekolah dan yayasan.
Pertama, mencari kebenaran. Sekolah hendaknya mengecek kebenaran keadaan orangtua murid, benarkah mereka terdampak langsung oleh pandemi corona. Benarkah orangtua murid terkena PHK atau pembatasan frekuensi kerja di kantor atau perusahaan. Benarkah mengalami pengurangan pendapatan karena tidak lagi berdagang dan sejenisnya? Sekolah perlu mengadakan kunjungan rumah untuk memperoleh data yang akurat.
Kedua, sekolah perlu mendata program kegiatan fisik (kegiatan tatap muka) yang tidak terlaksana selama belajar dari rumah (Learn from Home). Jika terdapat kegiatan yang tidak terlaksana, sekolah dapat mengurangi beban orangtua dengan mengalihkan dana kegiatan tertunda tersebut untuk membayar SPP yang tertunggak. Apabila, ternyata terdapat kelebihan, dana tersebut bisa alihkan untuk pembayaran SPP atau kegiatan pada tahun berikut atau tahun depan.Â
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H