Pepatah kuno mengatakan, "cinta suami datangnya dari perut (masakan)". Rasa cinta suami semakin besar terhadap istri ketika memasak dan ketika menikmati. Di sela-sela kegiatan suami, misalkan mencuci atau menyeterika pakaian, ia memperhatikan istrinya yang dengan semangat mempersiapkan bahan, meracik dan memasak. Dengan lincah sang istri memainkan tangannya, mungkin sambil bernyanyi-nyani kecil. Tak peduli panas yang terpantul dari kompor atau percikan minyak dari penggorengan.
Begitu juga ketika masakan sudah disiapkan di meja makan. Cita rasa masakan yang masih hangat tidak sekadar mengundang selera makan, tetapi juga memperbesar rasa cinta suami kepada istrinya. Karena masakan itu dihasilkan dengan cinta sang istri.
Menghemat Keuangan Keluarga
Memasak di rumah sudah tentu lebih hemat jika dibandingkan dengan membeli makanan  di luar seperti di restoran atau di rumah makan lainnya. Sisa uang belanja bulanan bisa ditabung atau buat keperluan keluarga lainnya, mengingat pandemi virus corona yang belum diketahui kapan berakhirnya.
Menghargai Makanan sebagai Anugerah
Seringkali makanan yang di beli di luar rumah tidak membuat kita berlera makan. Akibatnya, makanan tidak dihabiskan, lalu dibuang kentempat sampah. Membuang makanan, menurut orangtua atau leluhur adalah "pemali", membuang-buang rezeki.
Solider dengan Kaum Fakir Miskin
Memasak sendiri tentu lebih hemat bila dibandingkan dengan membeli makanan jadi di restoran atau warung-warung makanan. Sisa anggaran belanja bulanan bisa dikumpulkan buat membantu sesama yang kekurangan makanan, buat para fakir miskin dalam bentuk sembako atau nasi bungkus.
     Â