Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mustahil Berdamai dengan Covid-19 Tanpa Berdamai dengan Diri Sendiri

21 Mei 2020   04:19 Diperbarui: 21 Mei 2020   10:54 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lima, kekecewaan adalah bagian dari hidup. Kita semua tentu pernah mengalami rasa kecewa. Itulah kerapuhan kita sebagai manusia. Marilah kita menerima perasaan tersebut dengan tegar hati. 

  1. Saya telah menjadi Orang Dalam Pengawasan
  2. Saya dinyatakan positif corona
  3. Saya tidak dapat bansos
  4. Anggota keluarga saya meninggal karena corona
  5. Anggota keluarga yang meninggal dimakamkan dengan protokol cocona
  6. Anggota keluarga saya yang meninggal karena corona ditolak untuk dimakamkan
  7. Saya atau anggota keluarga kurang mendapat pelayanan di rumah sakit

Enam, hadapi rasa takut. Rasa takut itu wajar. Karena itu, kita hendaknya mengakui perasaan itu, lalu mencoba untuk menghadapinya. Dengan begitu, kita akan menjadi lebih kuat dan menjadi pembelajaran bagi kita apabila perasaan itu muncul lagi di kemudian hari.

  1. Saya takut bergaul dengan tetangga
  2. Saya takut memegang sesuatu
  3. Saya takut terkena virus
  4. Saya takut keluar rumah
  5. Saya takut kulit menjadi kita jika berjemur di bawah panas matahari 
  6. Saya pernah melarikan diri dari rumah sakit karena positif corona
  7. Saya pernah menolak untuk rapid test.
  8. Saya tidak melakukan isolasi mandiri di rumah

Tujuh, perteguh kebutuhan spiritual. Menggunakan waktu setiap hari untuk berdoa dapat memperteguh kebutuhan spiritual kita. Melalui doa, kita bisa membangkitkan kembali rasa ketergantungan kita kepada Tuhan. Kita boleh menyandarkan seluruh hidup kita dalam penyelenggaraan Illahi. Kita membiarkan pikiran dan emosi kita dituntun oleh kuasa Tuhan.

  1. Saya jarang berdoa di masa pandemi corona
  2. Saya jarang membaca kitab suci di masa pandemi corona
  3. Saya jaran bermeditasi di masa pandemi corona
  4. Saya jarang mendoakan keluarga agar terbebas dari coorona
  5. Saya jarang mendoakan jiwa sesama yang meninggal karena corona
  6. Saya jarang mendoakan sesama yang sedang terpapar corona
  7. Saya jarang mendoakan keluarga-keluarga yang ditinggal wafat karena corona
  8. Saya jarang mendoakan pemerintah agar mengambil keputusan yang bijak
  9. Saya jarang mendoakan tenaga medis yang melayani pasien corona
  10. Saya jarang mendoakan sesama yang terdampak corona

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya menyimpulkan, himbauan Presiden Joko Widodo untuk berdamai dengan Covid-19 bukan berarti masyarakat Indonesia menyepelehkan penanganan penyebaran Covid-19. Masyarakat diberi kelonggaran untuk beraktivitas secara produktif dengan tetap mengikuti protokol penanganan corona. 

Berdamai dengan corona akan menjadi bumerang jika tidak dilandasi dengan berdamai dengan diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri berarti setiap warga masyarakat berusaha mengelolah pikiran dan emosinya sehingga tampak dalam tindakan dan kata-kata yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan bangsa, khususnya dalam masa pandemi virus corona ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun