Karakter Unggul Pasien Cuci Darah
Sikap menerima keadaan diri menyebabkan seorang pasien bertahan hidup. Kita patut mengangkat jempol kepadanya. Kesadaran inilah yang memotivasi dirinya untuk mengunjungi rumah sakit bertahun-tahun, bahkan belasan tahun. Jika ia memberontak karena tidak menerima kenyataan ini, akibatnya fatal.
Kesadaran itu melahirkan sikap pasrah kepada mesin, kepada petugas medis, terlebih kepada Tuhan. Ia harus berbaring berjam-jam di atas ranjang rumah sakit sambil membiarkan darahnya mengalir masuk ke mesin kemudian masuk lagi ke dalam tubuhnya. Ia harus mengikuti pola konsumsi makanan dan minuman yang disarankan dokter atau perawat. Yang paling penting, ia pasrahkan hidupnya kepada Tuhan sebagai yang berkuasa atas hidup dan matinya.
Kesadaran dan kepasrahan menumbuhkan semangat hidupnya. Pasien cuci darah tetap melakukan aktivitasnya di kantor, di perusahaan, di sekolah, dan lain-lain. Ia tetap bertanggung jawab atas ekonomi rumah tangga. Tentu saya ia selalu membatasi diri agar tidak kecapaian.
Dukungan keluarga pasien berkontribusi besar terhadap pasien. Keluarga memberi dukungan moral; Â memberi motivasi dan terus menerus membangkitkan semangat hidup kepada ketika ia sedang drop. Keluarga menyediakan makanan dan minuman sesuai dengan anjuran dokter. Keluarga dengan setia mengantar dan menjemputnya ke dan dari rumah sakit. Bahkan, keluarga (suami atau istri atau anak) rela menunggu berjam-jam di rumah sakit selama proses cuci darah. Semuanya itu karena cinta yang hidup di antara mereka.
Ini yang Bisa Kita Petik
Beberapa pelajaran hidup yang  kita petik dari perjuangan pasien cuci darah.
Pertama, skap menerima diri. Sikap menerima diri menjadi sangat penting dalam menyelesaikan semua persoalan. Menerima kelebihan dan kekurangan, menerima keadaan sehat maupun sakit, membuat kita tidak putus asa. Kita akan bangkit dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang kita miliki. Kita akan berusaha untuk mencari jalan untuk menyehatkan diri kita, dengan berobat, berolah raga dan mengatur pola makan dan minum yang sehat.
Kedua, pasrah kepada Tuhan sebagai penguasa atas seluruh hidup kita. Kita percaya bahwa Tuhan adalah Maha Segala. Percaya bahwa keadaan apa pun yang dihadapi akan menjadi mungkin bagi Tuhan. Sikap pasrah ini akan terwujud asalkan kita selalu datang kepada-Nya dalam doa dan membaca firman-Nya. Doa hendaknya menjadi bagian hidup kita. Doa menjadi suatu kebutuhan jiwa, sama halnya kebutuhan kita akan makan dan minum.
Kedua, disiplin diri. Pasien cuci darah bisa bertahan hidup karena disiplin. Disiplin terhadap jadwal cuci darah, terhadap pola makan dan minum serta istirahat. Kita bisa belajar dari pasien ini. Disiplin diri menjadi dasar bagi kita dalam mengendalikan pikiran dan perasaan dalam mengadapi suatu persoalan hidup. Kita akan menyelesaikan persoalan dengan hati dan pikiran yang tenang.