Bepergian ke luar rumah dengan mobil sendiri. Suami yang nyetir, sementara istri duduk di sampingnya. Sepanjang perjalanan istri tidak pernah diam. Ada saja hal yang dibicarakan istri seperti tidak pernah kehabisan perbendaharaan kata. Istri tidak sadar bahwa "ocehan" itu dapat menggangu konsentrasi suami sepanjang perjalanan. Belum lagi, tanpa sadar, istri bertindak sebagai seorang guru nyetir. "Awas, Pak!, Hati-hati, Pak!, Â Pelan-pelan, Pak!, Belok kiri,Pak!, Rem sedikit, Pak!" Â Semuanya itu jelas menimbulkan kekesalan suami sebagai seorang sopir.
Itu hanyalah satu contoh dari seorang istri yang cerewet. Perihal istri yang cerewet seringkali menjadi topik pembicaraan dalam kesempatan konsultasi, karena istri yang cerewet dipandang oleh suami sebagai biang persoalan dalam kehidupan  berumah tangga.
Cerewet artinya suka mencela (mengomel, mengata-ngatai, dsb); banyak mulut; nyinyir; bawel (KBBI). Demikianlah, istri yang cerewet terindikasi dengan perikaku-perilaku tersebut. Suami mau tidak mau menghadapi kenyataan ini. Setiap hari telinganya seperti tersiram dengan kata-kata istri. Sedikit terbebaskan saat ia berada di tempat kerja.
Kenyataan ini tidak mustahil menimbulkan keributan dalam keluarga. Bahkan, bisa berakibat fatal, yaitu perpecahan dan perselingkuhan. Oleh karenanya, dalam tulisan ini saya mencoba memberikan pemikiran-pemikiran yang kiranya bisa membantu keluarga-keluarga yang sedang mengalami situasi seperti ini.
Masalah Orientasi Penilaian
Bagi saya, persoalan cerewet seorang istri bisa diatasi dengan mengubah orientasi penilaian. Mengapa? Segala persoalan yang terjadi dalam hidup ini berasal dari diri sendiri. Ketidakmampuan diri sendiri dalam nengelolah pikiran dan emosilah yang merupakan titik mula timbulnya suatu persoalan.
Tentu saja ada yang bertanya, mengapa saya yang harus berubah, padahal kata-kata dialah yang kasar, atau perbuatan dialah yang sudah menyebabkan saya emosi. Dialah yang harus berubah. Dialah yang harus memperbaiki kata-kata dan perbuatannya. Segampang itukah? Tidak. Justru persepsi inilah yang memperpanjang permasalahan. Disorientasi!
Suatu pesan (tindakan, peristiwa, fenomena) Â akan menjadi masalah atau tidak tergantung pada respon seseorang. Apabila ia bisa merespon pesan itu dengan tenang, melibatkan pertimbangan akal yang sehat dan tidak emosional, pesan tersebut tidak menjadi sebuah persoalan. Begitupun sebaliknya.
Oleh karena itu, orientasi penilaian terhadap kecerewetan istri diletakkan pada seberapa mampuh seorang suami mengatur pikiran dan emosinya. Menempatkan istri sebagi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga adalah persepsi yang keliru dari seorang suami.
Menerima Istri Apa Adanya