Setiap kita tentu mengenal sangat baik jempol kita masing-masing. Perihal mengapa disebut ibu jari atau jempol, dan apa peran jempol tentu sudah banyak ulasan. Secara singkat disebut ibu jari karena bentuknya yang lebih gemuk dan pendek dibandingkan dengan jari-jari lainnya.Â
Disebut ibu jari karena dianalogikan dengan ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga berperan penting dalam mengatur kehidupan rumah tangga, termasuk membimbing anak-anaknya.Â
Tanpa ibu, kehidupan rumah tangga menjadi kacau. Demikian halnya dengan ibu jari. Ibu jari berperan utama dalam memfungsikan jari-jari lain. Tanpa ibu jari, kita tidak bisa memegang sesuatu.Â
Sebagai contoh, untuk memegang jarum, ibu jari harus melibatkan jari telunjuk. Atau, untuk membersihkan kotoran yang ada di sela kuku jari-jari lainnya, peran kuku pada ibu jari sangat dibutuhkan. Jadi, jempol disebut ibu jari karena perannya yang sama dengan peranan seorang ibu dalam rumah rumah tangga.
Selain berperan membimbing jari-jari lain, ibu jari atau jempol kita gunakan untuk memuji, mengagumi atau membanggakan orang lain. Sambil mengangkat jempol yang mengarah ke orang lain, kita mengatakan:
  "Kamu hebat!"
  "Anda pintar!"
  "Saya kagum dengan prestasi Saudara!"
  "Saya bangga mempunyai anak yang rajin!"
Bahkan, dalam chating- men-chating, kita gunakan emoji jempol untuk menyatakan setuju.
Mengapa Jempol?
Sejak kapan kita menggunakan jempol untuk mengungkapkan perasaan kagum dan sejenisnya di atas, tak satu pun yang otahu pasti. Yang pastinya, jempol adalah karya agung Tuhan bagi manusia.
Pertanyaannya, mengapa jempol, bukan jari telunjuk atau jari lainnya?  Pertanyaan ini bisa dijawab jika kita  melihat persoalan jempol dalam relasi antarpersonal.Â
Mengangkat jempol menunjukkan bahwa kita menghargai orang lain. Kita menghargai kelebihan orang lain. Dengan menghargai kelebihan, kita mengangkat martabatnya sebagai manusia. Kita menghargai dia sebagai manusia ciptaan Tuhan, sebagaimana Tuhan sendiri telah lebih dulu menghargai kita.
Sadarkah kita, posisi jempol ketika kita memuji keberhasilan orang lain? Jempol kita tegak berdiri. Bukan mengarah ke depan atau ke bawah. Jempol yang tegak berdiri dihayati sebagai relasi personal antara aku, sesama dan Tuhan.Â
Dengan mengakui kelebihan, atau keunggulan sesama, sesungguhnya kita pada saat yang sama mengakui kelebihan atau keunggulan Tuhan yang berkarya dalam diri sesama tersebut.
Alangkah mulianya jempol kita!.
Salam.
Paul Tukan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI