Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suatu Ironi: Ramai-ramai Menyebut Diri "Aku Kartini" di Hari Kartini 2020

23 April 2020   08:33 Diperbarui: 23 April 2020   08:35 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kita tentu sangat mengenali film yang satu ini. Spider-Man. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun rela duduk berlama-lama  di depan tv, atau meluangkan waktu untuk menontonnya di bioskop. Mengapa? Karena film Spider-Man, menampilkan seorang pahlawan super. Ia memiliki sejumlah kemampuan:

1) Kekuatan manusia super, kecepatan, stamina, ketangkasan, dan daya tahan

2) Daya sembuh yang cepat

3) Kemampuan untuk berpegangan pada banyak permukaan

4) Kemampuan untuk menembakkan jaring laba-laba dari pergelangan tangan

5) Panca indera laba-laba

6)Tingkat akal jenius (Wikipedia)

Karena kesuperan tokoh fiktif tersebut, Spider-Man tidak hanya dijadikan objek bisnis hiburan di Tanah Air, tetapi juga bisnis pakaian. 

Orang berlomba-lomba menjual kaus dengan gambar Spider-Man. Betapa bangganya seorang anak kecil ketika memakai kaus bergambar Spider-Man. Sambil meniru gerakan Peter Parker, Tobey Maguire, atau Andrew Garfield, ia berteriak di hadapan teman-temannya, "Aku Spider-Man!".

Aku Spider-Man dan  Aku Kartini

"Aku Spider-Man" adalah ekspresi kebanggaan seorang anak kecil terhadap sang tokoh. Ia bangga terhadap sejumlah kemampuan seperti yang sudah disampaikan di atas. 

Kebanggaan ini lahir lahir dari  pengalamannya sendiri setelah menonton filmnya di televisi atau setelah melihat teman-teman sepermainannya memakai kaus bersablon tersebut. Pernyataan  "Aku Spider-Man" hanyalah ekspresi kegembiraan atau ekspresi kebanggaan diri seorang anak kecil terhadap tokoh idolanya.

Sebuah fenomena menarik mencuat  ketika Selasa, 21 April 2020, bangsa kita memperingati Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan kemerdekaan, sebagai pejuang emansipasi wanita. 

Suatu ekspresi peringatan yang menarik perhatian saya  adalah  wanita-wanita Indonesia dengan percaya dirinya mangatakan, "Aku Kartini-Aku Kartini" Dan yang lebih menarik lagi, pernyataan  ini bukan hanya diucapkan oleh para wanita dewasa, tapi oleh anak-anak muda, bahkan anak sekolah seumuran TK.

Sepintas, secara struktur, "Aku Spider-Man" dan "Aku Kartini"  sama. Sebagai suatu perbandingan, Aku dalam kedua ungkapan tersebut disebut unsur pembanding,  sedangkan Spider-Man dan Kartini sebagai unsur yang diperbandingkan. 

Namun, dari segi makna,  "Aku Spider-Man" merupakan ekspresi kebanggaan anak kecil  terhadap tokoh idolanya, Peter parker, Tobey Maguire, atau Andrew Garfield, tanpa harus meneladani kemampuan tokoh idola dalam kehidupannya. 

Sebaliknya, "Aku Kartini" lahir dari proses mengidentifikasi diri, kemudian menjadikan dirinya memiliki sifat atau karakter yang sama dengan Kartini.

 Meneladani Karakter Unggul R. A. Kartini

Bahwa memperingati Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan gender tentu merupakan kewajiban kita sebagai anak bangsa. Kita pantas merayakannya. 

Sebagai suatu peringatan, kita mengingat kembali sepak terjang Beliau ketika itu, kemudian memaknai peringatan itu dalam konteks kehidupan kita saat ini. 

Sebagai gererasi penerus, kita mengambil karakter unggul Beliau untuk kita teladani dalam perjuangan membangun bangsa dan negara sesuai dengan bidang pekerjaan dan peran lain kita dalam masyarakat.  

Karakter unggul Beliau yang pantas diteladani:  (1) berani menghadapi tantangan, (2) banyak membaca sehingga berpengetahuan luas, (3) terbuka terhadap orang lain, (4) terampil  komunikasi, (5) prihatin terhadap penderitaan orang lain, dan (6) tidak mementingkan diri sendiri.

Meskipun demikian, peringatan Hari Kartini tahun ini memperlihatkan dua fenomena yang berbeda. Merayakan Hari Kartini di tengah negara kita sedang dilanda Covid-19 telah memunculkan keharuan yang mendalam. Bahkan, kita bisa meneteskan air mata. Mengapa tidak? 

Beredar di media sosial, gambar dan video para pejuang kesehatan, seperti dokter dan perawat  yang wanita yang tengah menangani pasien Covid-19. 

Kita pantas mengangkat topi kepada mereka atas perjuangannya yang tanpa mementingkan kesehatan dan keselamatan diri sendiri dan keluarganya. Malahan, perjuangan mereka berujung pada kematian karena ikut menjadi korban Covid-19. Wanita-wanita inilah yang pantas disebut Kartini-Kartini zaman sekarang.

Lalu, bagaimana dengan mereka-mereka yang dengan bangganya menyebut dirinya "Aku Kartini-Aku Kartinii"? Saya mencoba menganalisisnya terlebih dahulu dari segi bahasa. "Aku Kartini"  adalah sebuah bentuk bahasa yang metaforis. Aku sebagai unsur pembanding, dan Kartini sebagai unsur yang diperbandingkan. 

Di sini  "aku" menyamakan dirinya dengan seorang Kartini. Kartini memiliki sejumlah karakter unggul di atas sehingga ia diangkat menjadi pahlawan kemerdekaan. Maka, di sini, " Aku Kartini" berarti seseorang mau menunjukkan bahwa "aku adalah pahlawan", atau  "Aku sebagai pahlawan". Akan menjadi berbeda jika seseorang menyebut dirinya "Aku mau menjadi Kartini". Hal ini menunjukkan niat seseorang untuk meneladani Kartini dalam kehidupannya ke depan.

Apakah karena aku wanita sehingga dengan mudahnya aku menyebut diri Aku Kartini seperti yang diviralkan? Jika benar demikian maka peringatan Hari Kartini menjadi peringatan tanpa makna.  Banyak  wanita dengan gampangnya menyebut dirinya Kartini-Kartini zaman ini. Bahkan tanpa disadari,  ada pula yang menyebut dirinya Kartini sambil mengangkat jempol yang mengarah kepada orang lain. Menyebut diri Kartini sambil memuji atau membanggakan orang lain. Ironis!

Kartini zaman sekarang adalah wanita Indonesia yang memiliki figur seperti R.A. Kartini. Wanita-wanita Indonesia yang telah menunjukkan bakti dirinya untuk memperjuangkan harkat dan martabat wanita Indonesia di tengah persoalan-persoalan yang terjadi akibat perubahan zaman di segala bidang. 

Kartini zaman sekarang adalah wanita-wanita Indonesia yang dengan gigih menegakkan kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bersama. 

Perjuangan ini, bukan saja terhadap sesama wanita, tetapi terhadap semua orang dari penipuan, pemerasan, pembodohan, pemiskinan, dan pelecehan seksual.

Oleh karenanya, sangat tidak tepat jika seseorang menyebut dirinya sebagai pahlawan, sebagai pejuang wanita. Dan akan lebih berkenan  lagi jika sebutan atau label pahlawan itu diberikan oleh orang lain daripada diucapkan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun