Sabtu Suci atau Sabtu Paskah merupakan hari penutupan pekan suci. Pekan Suci sendiri terfokus pada Tri Hari Suci, yaitu Kamis, Jumat, dan Sabtu. Hari Pertama, Kamis Putih adalah perayaan mengadakan perjamuan terakhir sebelum Ia menyerahkan dirinya untuk ditangkap dan disalibkan. Peryaan Jumat Agung adalah perayaan mengenang sengsara Yesus, mengenang perjalanan salib Yesus hingga akhirnya wafat di salib. Perayaan Sabtu Suci atau hari Persiapan Paskah. Sebuah perayaan mengenang tubuh Yesus yang diturunkan dari salib kemudian dikuburkan.
Namun, di daerah tertentu, di Larantuka, Flores Timur, misalnya Pekan Suci sudah dipersiapkan secara khusus dari hari Rabu, yang disebut Rabu Trewa. Trewa berarti bunyi-bunyian yang menandai saat memasuki Tri Hari Suci. Selesai beribadah di Kapel Tua Ma, umat, khususnya kaum muda membuat kegaduhan dengan menyeret-nyeret, memukul-mukul lembaran-lembaran seng menyusuri jalan dan gang-gang. Dengan begitu, umat diingatkan dan disadarkan untuk mempersiapkan diri menghadapi Tri Hari Suci.
Dalam gereja Katolik Sabtu Suci disebut Sabtu Paskah. Hari ini umat memasuki masa penantian, masa antara Yesus dikuburkan sampai kebangkitan-Nya. Sabtu Pakah ditandai dengan merayakan Lilin Paskah. Lilin yang melambangkan Kristus sebagai Alfa dan Omega 'Awal dan Akhir'. Lilin Paskah menjadi simbol Yesus yang bangkit, membawa terang, menyelamatkan umat-Nya dari kegelapan dosa. Belenggu maut telah dipatahkan.
Lantas, bagaimana umat Kristiani merayakan Sabtu Suci di tengah mewabahnya Covid-19? Sejak pemerintah menetapkan peraturan bekerja dan beribadah dari rumah, kegiatan beribadah sebagai gereja Allah hanya terfokus di rumah.Â
Umat tidak lagi berkumpul dalam kegiatan-kegiatan kerohanian bersama di lingkungan, wilayah atau pun paroki, seperti doa, pendalaman iman, dan kebaktian atau misa di gereja. Gereja pun mematuhi peraturan tersebut untuk memutus mata rantai persebaran virus corona; kesehatan dan keselamatan kita bersama sebagai bangsa. Karena itu, perayaan hari minggu termasuk Tri Hari Suci dilaksanakan secara daring atau streaming.
Pertanyaannya, bagaimana umat Kristen, khususnya pasien terpapar Covid-19 merayakan Sabtu Suci? Mengingat Tri Hari Suci merupakan suatu mata rantai perayaan iman maka beberapa pemikiran berikut bisa menginspirasi umat Kristen dalam memaknai Perayaan Sabtu Suci.
Modal Dasar: Iman yang TeguhÂ
Patut kita akui bahwa Covid-19 menyadarkan manusia tentang hakikat dirinya. Melalui media massa, kita melihat, membaca, menyaksikan ekspresi masyarakat (umat) yang menempatkan Tuhan, Allah sebagai satu-satunya sumber hidup, sumber manusia terlepas dari beban hidupnya. Covid-19 telah menyadarkan manusia untuk mengimani Tuhan yang mungkin selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan karena kesibukan duniawi. Covid-19 neneguhkan kita bahwa ada Pribadi, ada Zat yang mendasari seluruh perjalanan hidup kita, baik dalam suka maupun dalam duka. Kita harus memiliki keyakinan yang teguh bahwa tanpa campur tangan Dia, tidak ada kebahagiaan, bahkan tidak ada kehidupan.
Pasrah akan Kehendak Illahi
Iman yang teguh akan adanya Pribadi yang menggenggam hidup kita, akan menumbuhkan sikap pasrah kepada kehendak Illahi. Kepasarahan berarti keyakinan bahwa seluruh perjalanan hidup kita, baik suka maupun duka, baik sehat maupun sakit, baik kaya mapun miskin, semuanya sudah direncakan oleh Allah. Kita yakin bahwa waktu kita bukanlah waktu Allah.Â
Maka, manusia hanyalah berjalan dalam waktu yang sudah direncakan Allah. Lalu, apakah saudara-saudara kita yang terpapar Covid-19 adalah rencana Allah? Bertitik tolak dari keyakinan di atas, mestinya diyakini bahwa menderita karena Covid-19 pun ada dalam rencana Allah. Kita yakin bahwa ada saatnya kita sehat, ada saatnya kita sakit. Kita mesti meliwatinya dalam hidup ini.