Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Dialog dengan Tuhan

30 Maret 2020   18:04 Diperbarui: 30 Maret 2020   18:02 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DIALOG DENGAN TUHAN

Segenap lidah bergoyang

Telapak tangan terbuka

Dan lutut gemetar di hadapan-Mu.

Apakah Tuhan tidak mendengar?

             "Dengar."

Kenapa Tuhan tidak mengabulkannya?

              "Belum."

Ribuan kepala bersekutu

bagai lautan

Satu dalam irama dan

warna  bersorak

Menerjang kawat duri dan

senjata api

Menuntut keadilan hingga

jatuh korban.

Apakah Tuhan tidak melihat?

               "Lihat."

Kenapa Tuhan tidak menceraikannya

Dengan petir dan halilintar?

               "Belum."

Anak-anak di bawah umur

Mendekap lara, menahan rasa.

Bagai mainan direnggut

Dicabik-cabik masa depannya 

oleh pemerkosa.

Apakah Tuhan tidak merasa prihatin?

            "Prihatin."

Kenapa Tuhan tidak

menghukum pemerkosa?

             "Belum."

Luka menganga

Darah mengucur

Jerit pilu meregang nyawa

Tersungkur pada jalan-jalan kelam

Diiringi sorak serak

kehilangan segala.

Apakah Tuhan tidur ketika pembegal berekasi?

                 "Melek."

Kenapa Tuhan tidak mencegahnya?

                 "Belum."

Kekejaman  merambah dunia

Penindasan,

Peperangan,

Bom bunuh diri di mana-mana

Ratap tangis anak kehilangan orang tua;

Kehilangan rumah,

Harta benda.

Apakah Tuhan tidak mendengar?

          "Dengar."

Kenapa Tuhan tidak membalas kekejaman itu?

          "Belum."

Beribu-ribu orang meninggal

Beribu-ribu orang terpapar sakit

Kepanikan, kegelisahan,

Ketakutan melanda dunia

karena virus corona.

Apakah Tuhan tidak melihat?

           "Lihat."

Kenapa Tuhan tidak mematikan

Covid-19?

           "Belum."

Tuhan, pemilik segenap!

Kapankah kuasa-Mu menyapa?

Janganlah belum-Mu menimbun

darah dan jerit kemelaratan.

"Belum-Ku bukan belummu.  

Belum-Ku adalah waktu.

Belum-Ku adalah waktumu:

Berkaca pada darah dan  air mata untuk Memainkan tarianmu

Yang menyenangkan-Ku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun