MEMAKNAI HAK MENGUASAI NEGARA
Oleh. Paul SinlaEloE - Aktivis PIAR NTT
Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 4 September 2019
Â
hukum dasar dalam pengelolaan Sumberdaya Agraria di Indonesia. Konsep hak dari Negara untuk menguasai Sumberdaya Agraria dalam hal pengelolaan (Konsep Hak Menguasai Negara), juga bersumber dari Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 ini.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah amanat yang tertuang dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, dan menjadiNegara diberi hak (hak berian/kewenangan) untuk menguasai Sumberdaya Agraria, karena bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan kekayaan nasional (Pasal 1 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria/UUPA) dan Negara merupakan organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 Ayat (1) UUPA). Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara ini, secara definitive dibatasi oleh kewajiban etis, yakni digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur (Pasal 2 Ayat (3) UUPA).
Wewenang atas penguasaan Sumberdaya Agraria berdasarkan sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (Penjelasan Pasal 2 UUPA). Namun demikian, pelaksanaan Hak Menguasai Negara dapat dikuasakan kepada Daerah-Daerah Swatantra dan Masyarakat Hukum Adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah (Pasal 2 Ayat (4) UUPA). Ketentuan dalam Pasal 2 Ayat (4) UUPA berkaitan erat dengan azas otonomi dan medebewind (penugasan pemerintah pusat kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu) dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Karenanya, segala sesuatunya harus diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.
Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, dasar perolehan kewenangan Negara sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA Juncto Pasal 2 Ayat (4) UUPA, disebut dengan istilah 'atribusi'. Kewenangan atributif ini, merupakan wewenang yang diperoleh secara atribusi bersifat asli (orisinil) berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada.
Menurut Jean Bodin (1530--1596), konsep Hak Menguasai Negara merupakan turunan dari Teori Kedaulatan (sovereignty theory). Argumennya, kedaulatan merupakan atribut maupun ciri khusus dan bahkan menjadi hal pokok bagi setiap kesatuan yang berdaulat atau dikenal dengan sebutan Negara. Tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat membatasi kekuasaan Negara. Teori Kedaulatan ini kemudian melahirkan penguasaan Negara atas seluruh wilayah dalam kedaulatan Negara beserta isinya. Berdasarkan kedaulatan tersebut, maka harta kekayaan (property) yang menjadi hak warga Negara tergantung pada diskresi dari pemegang kedaulatan.
Dalam ajaran kontrak sosial, Jean Jacques Rousseau (1712-1778) menegaskan bahwa kedaulatan pada hakikatnya bukanlah kekuasaan dan kekuasaan Negara adalah bukan kekuasaan tanpa batas. Kekuasaan Negara dibatasi oleh hukum alam dan hukum Tuhan, serta hukum umum yang berlaku pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii. Kekuasaan Negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat, bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan untuk membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap individu.
Di Indonesia, konsep Hak Menguasai Negara seringkali dipergunakan secara tidak tepat dan/atau diterapkan dengan tidak sempurna. Pada tataran implementasi, penekanan dari konsep Hak Menguasai Negara atas Sumberdaya Agraria di Indonesia, lebih dititikberatkan pada aspek penguasaan Negara dan tak jarang ungkapan demi kemakmuran rakyat hanya dijadikan sebagai pembenaran atas penguasaan tersebut. Pengelolaan Sumberdaya Agraria oleh Negara yang dilakukan dengan cara perampasan, pencaplokan, penggusuran adalah potret buram yang seringkali terjadi dalam implementasi konsep Hak Menguasai Negara. Inilah realita yang terjadi dalam kehidupan bernegara di Indonesa, sejak merdeka sebagai sebuah negara bangsa.