Ironisnya, sampai dengan akhir masa perpanjangan waktu pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, yakni 31 Maret 2019, progres pengerjaan proyek hanya mencapai 54,8%. Hitungan ini berdasarkan pemeriksaan fisik proyek yang dilakukan oleh tim penyidik TIPIKOR Kejati NTT dengan melibatkan tim ahli, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), konsultan manajemen konstruksi dan project manager. Pemeriksaan lapangan ini dimaksudkan untuk mencocokkan keterangan saksi dengan kondisi riil fisik proyek, baik kualitas maupun volume. Hasil pemeriksaan lapangan tersebut kemudian dihitung oleh tim ahli.
Temuan dari tim penyidik TIPIKOR Kejati NTT, sangat kontradiktif dengan laporan dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi NTT dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dimasukan pada dokumen Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur NTT Tahun 2018. Di halaman 192 dokumen LKPJ Gubernur NTT Tahun 2018, pada intinya tertulis bahwa Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang dilaksanakan di Kawasan NTT FAIR Kota Kupang (Dsn. Bimoku, Kel. Lasiana, Kec. Kelapa Lima, Kota Kupang) dan pelaksanaannya dimulai dari 14 Mei 2018 s/d 30 Maret 2019, hasilnya adalah terbangunnya Fasilitas Pameran NTT FAIR (73,023%).
Terbengkalai dan mangkraknya pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR hingga saat ini, merupakan indikasi awal adanya dugaan korupsi. Apalagi pada tanggal tanggal 14 Desember 2018, telah terjadi pencairan anggaran proyek 100% dan dilakukan pembayaran secara penuh oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada rekanan. Itu berarti, telah dilakukan kelebihan pembayaran kepada rekanan, walau faktanya progres pekerjaan belum rampung.
Dengan fakta pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang demikian, maka tidaklah sukar bagi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan NTT untuk menemukan adanya berbagai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara. Karenanya tidaklah mengherankan apabila dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTT Tahun Anggaran 2018, direkomendasikan untuk pemerintah Provinsi NTT wajib menarik sejumlah uang dari rekanan, untuk disetor ke Kas Daerah Provinsi NTT.
Dana yang wajib ditarik oleh Pemprov NTT dari rekanan yang mengerjakan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, dan harus disetor ke Kas Daerah, berdasarkan LHP BPK RI adalah: Pertama: Kelebihan pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan prestasi kerja pada proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar Rp.1.577.384.264,72; Kedua, Kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan minimal terkait dengan pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar Rp.1.359.960.022,73; dan Ketiga, Kekurangan penerimaan atas jaminan pelaksanaan yang belum dicairkan atas pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar Rp.2.692.720.845,00.
Lawan Kekuatan Politik Koruptif
Walaupun masih ada pihak yang belum ditetapkan sebagai tersangka, namun pihak Kejati NTT wajib diberi apresiasi karena telah menetapkan 6 (enam) orang tersangka, terkait dugaan korupsi pada paket Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana, yakni PT. Cipta Eka Puri berdasarkan kontrak nomor PRKP-NTT/643/487/BID.3CK/V/2018, tertanggal 14 Mei 2018, dengan nilai kontrak Rp.29.919.120.500 dan masa pelaksanaan proyek 220 hari kalender, terhitung mulai tanggal 14 Mei 2018 hingga 29 Desember 2018.
Pada sisi yang lain, alangkah eloknya jika pihak Kejati NTT harus juga fokus untuk mengembangkan dan terus mengusut 12 (dua belas) proyek lainnya, terkait dengan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang di kerjakan sejak tahun 2014 hingga tahun 2018. Untuk menunjang pengembangan dan pengusutan 12 (dua belas) proyek lainnya di kawasan NTT FAIR, pihak Kejati NTT dapat meminta pihak BPK RI Perwakilan NTT untuk melakukan audit atau Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Hal ini menjadi penting agar kerja penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kejati NTT, tidak terkesan ada tebang pilih.
Manfaat lain dari pelibatan pihak BPK RI oleh pihak Kejati NTT adalah "mungkin" mereka bisa menilai kembali opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion yang diberikan secara berturut-turut untuk LKPD Pemprov NTT, sejak tahun 2015 hingga tahun 2018. Karena, sudah banyak kasus di Indonesia yang terungkap bahwa untuk mendapatkan opini WTP dari BPK, para pengelola keuangan negara tidak segan-segan melakukan penyuapan terhadap auditor BPK.
---------------------------------------------
KETERANGAN: