KORUPSI DENGAN WAJAR TANPA PENGECUALIAN
Oleh: Paul SinlaEloE - Aktivis PIAR NTT
Tulisan ini Pernah dipublikasikan dalam: zonalinenews.com, pada tanggal 30 Mei 2018
Â
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Aanggaran (TA) 2018, mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ini, disampaikan dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi NTT, pada tanggal 27 Mei 2019. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT untuk keempat kalinya telah memperoleh opini WTP secara berturut-turut, sejak tahun 2015.
Opini WTP yang diperoleh Pemprov NTT, pada dasarnya bukan hal yang luar biasa. Apalagi, BPK Perwakilan Provinsi NTT dalam LHPnya menyatakan masih terdapat permasalahan yang walaupun tidak bersifat material atau tidak mempengaruhi kewajaran LKPD TA 2018 sehingga BPK tetap memeberikan Opini WTP, namun harus menjadi perhatian Pemprov NTT. Permasalahan dimaksud diantaranya: Pertama, penatausahaan aset personil, sarana dan prasarana, dan dokumen (P2D) belum tertib; Kedua, denda keterlambatan penyelesaian atas dua pekerjaan  pada Dinas PRKP, belum dikenakan minimal sebesar Rp.2, 56 Milyar dan pembayaran tidak sesuai prestasi pekerjaan sebesar Rp.13,95 Milyar; dan Ketiga, adanya kesalahan penganggaran belanja Modal dan belanja Barang sebesar Rp.247,76 Milyar.
Memahami Opini BPK
Opini yang dikeluarkan oleh BPK, hakekatnya merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: Pertama, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan; Kedua, kecukupan pengungkapan atau kelengkapan bukti yang memadai (adequate disclosures); Ketiga, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan Keempat, efektivitas sistem pengendalian intern (Bandingkan dengan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara).
Berpijak pada 4 (empat) kriteria informasi keuangan yang dinilai oleh BPK RI terkait dengan laporan keuangan, maka opini WTP akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini WTP, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, pemerintah dianggap telah menyelenggarakan sistem pengendalian intern dengan effektif dan sudah menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Terkait dengan opini WTP, BPK terkadang juga memberikan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP). Ada beberapa keadaan yang menyebabkan ditambahkannya paragraf penjelasan dalam laporan audit BPK RI, walaupun tidak mempengaruhi pendapat WTP atas laporannya. Misalnya, terdapat ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi, adanya keraguan tentang kelangsungan hidup lembaga pengelola keuangan. Salain itu, bisa juga karena auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan atau adanya penekanan atas suatu hal. Opini WTP DPP bisa juga dikeluarkan karena laporan audit yang melibatkan auditor lain.
Selain opini WTP, BPK juga dapat memberikan opini Wajar dengan pengecualian (WDP) atau qualified opinion yang diterbitkan, jika sebagian besar informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi pengecualian. Sebagian akuntan memberikan julukan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini jenis ini, untuk menunjukan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu, namun demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.