Bahkan para aparatus yang ditugaskan oleh negara untuk menata sistem pengelolaan ketenagakerjaan, masih terkesan tetap membiarkan berjalannya sistem pengelolaan ketenagakerjaan yang buruk, mulai dari  proses rekrutmen, pra penempatan, penempatan sampai dengan purna penempatan. Buruknya perlindungan bagi PMI sejak sebelum bekerja (pendaftaran sampai pemberangkatan), selama bekerja (selama PMI dan anggota keluarganya berada di luar negeri) dan setelah bekerja (mulai dari tiba di debarkasi di Indonesia hingga kembali ke daerah asal, termasuk pelayanan lanjutan menjadi pekerja produktif) adalah fakta  ‘telanjang’ atas proses pembiaran dimaksud.
Problematika terkait perlindungan PMI yang merupakan cacat bawaan dari UUPMI ini, perlu dicari jalan keluar terkait dengan implementasinya. Jalan keluarnya tidak semudah politisi parlemen melakukan delegated legislation pada Peraturan Pelaksana (verordnung) dan Peraturan Otonom (autonome satzung) yang merupakan Peraturan-Peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang. Apalagi, sumber wewenang dari keduanya adalah berbeda. Peraturan Pelaksana (verordnung) bersumber dari kewenangan delegasi, sedangkan Peraturan Otonom (autonome satzung) bersumber dari kewenangan atribusi. Pertanyaannya adalah apa yang harus dikerjakan oleh semua komponen bangsa dalam mengimplementasikan UUPMI demi terlindunginya PMI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H