Gentingnya penanganan perdagangan manusia terasa tidak menyentuh para petinggi kepolisian --maupun tokoh pemerintahan dan para tokoh agama di NTT. Di kampung-kampung di pedalaman Timor Barat , para perempuan muda direkrut di sekolah-sekolah dan dibawa kabur. Mereka disediakan identitas palsu dan dikirim ke kota-kota besar di Indonesia sebagai pembantu. Sebagian lagi dikirim ke negara-negara di Asia Tenggara.
Saat ini para perempuan yang dijual ke kota-kota besar maupun mancanegara direkrut dengan cara yang amat tidak berperikemanusiaan. Tak jarang kaki tangan yang merekrut para perempuan adalah para pedagang sapi, yang mencari sapi dari kampung ke kampung. Praktek pembiaran semacam ini sudah seharusnya dihentikan.
Â
Apa yang bisa dilakukan Kapolda NTT?
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Kapolda NTT terkait persoalan ini. Pertama, Kapolda NTT membuat ‘Operasi Membuka Perdagangan Manusia di NTT’ untuk membuka jaringan perdagangan manusia. Meskipun NTT merupakan salah satu kantong TKI/TKW bermasalah hingga kini tidak ada operasi semacam ini. Sebaliknya operasi seremonial semacam, operasi lilin untuk Natal, operasi ketupat untuk Idul Fitri yang lebih dominan, dan operasi memburu SIM/STNK.
Kedua, Kapolda NTT segera berkoordinasi dengan Kapolda Sumatra Utara untuk segera membebaskan sekitar 23 orang warga NTT yang masih disekap di sana, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap laporan yang telah diberikan oleh Eri Ndun secara tertulis maupun lisan kepada Kapolda NTT. Kerjasama pengawasan perdagangan orang lintas provinsi harus segera dikerjakan mengingat jaringan kriminal di Kepulauan Indonesia hanya mungkin dibuka jika pihak kepolisian secara institusional melakukan kerjasama terpadu di berbagai provinsi, khususnya dengan provinsi-provinsi yang menjadi simpul perdagangan manusia seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Batam.
Ketiga, pihak kepolisian NTT harus membersihkan oknum-oknum kepolisian yang terlibat dalam perdagangan manusia. Para oknum yang mendiamkan laporan para korban, khususnya laporan Eri Ndun sudah seharusnya diproses dan diberi hukuman internal.
Keempat, para pelaku perdagangan manusia segera diproses secara hukum seadil-adilnya. Dalam kasus Eri Ndun dan Almarhum Marni Baun, penyalurnya diduga adalah Rabeka Ledoh, yang saat ini ada dalam tahanan pihak kepolisian NTT.
Menjadi seorang polisi bukan lah soal karir. Menjadi seorang polisi adalah pengabdian terhadap semangat kemanusiaan. Di tengah deras nalar materialistik yang menjalar seluruh kehidupan bangsa, seharusnya ada semangat pembaharu yang muncul dari tubuh kepolisian. Jika ini tidak dilakukan maka, pihak kepolisian saat ini semangatnya jauh lebih buruk dari perlakuan penguasa Belanda.
Aneh sekali kita merasa hidup di alam merdeka. Padahal saudara-saudari sendiri dijual, disiksa, dan dibiarkan mati. Aneh sekali pihak kepolisian yang isinya anak-anak pertiwi, malah tak bergerak melihat penindasan ini. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 25 Februari 2014).
Â
--------------------------------------------------------