Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Pendidik, dan Polisi, Belajar dari Konawe Selatan

25 Oktober 2024   13:52 Diperbarui: 25 Oktober 2024   14:48 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru, Pendidik, dan Polisi Belajar dari Hukuman bagi Guru

Kisah klasik sebenarnya jika bicara guru yang dilaporkan polisi karena dituduh memukul siswa. Hari-hari ini sedang viral dari Konawe Selatan, di mana seorang guru disidang karena laporan polisi bahwa anaknya disiksa oleh guru sekolahnya.

Pembicaraan bersama teman-teman pendidik hal ini kerap terjadi. Pun pengalaman sendiri  agak mirip, tidak sampai ke polisi sih. Keadaan ini menambah parah pendidikan Indonesia yang eolah malah mundur.

Zaman dulu, era 90-an ke masa lalu lebih kuno, anak dijewer guru lapor orang tua akan ditambahi lebih parah. Orangtua bersikap demikian karena tahu guru mendidik, mendisiplinkan, dan mengajari anak dan peserta didik agar paham aturan dan tata krama. Sekarang sebaliknya.

Akibatnya adalah, guru jerih, takut, dan khawatir kalau dilaporkan polisi dan menjadi berkepanjangan. Makanya wajar laporan di mana-mana pengetahuan siswa-siswi makin rendah, tingkat sekolah lanjutan saja membaca masih belum lancar. Belum lagi mengenai isu IQ 78,4, kemampuan baca dan angka yang rendah, dan seterusnya. Faktanya memang demikian.

Kembali pada kasus di Konawe Selatan, seorang peserta didik yang ayahnya berprofesi polisi  kakinya terluka. Gurunya dituduh, dan kini didakwa memukul dan disidang di pengadilan negeri. Nah, yang menarik adalah, dalam  mediasi ada hal yang sangat menarik;

Pertama, khas guru SD, mereka, guru dan kepala sekolah meminta maaf ke keluarga. Mengaku tidak melakukan, namun meminta maaf, paradigma guru. Hal yang sangat wajar, tidak akan ada konsekuesi logis di sekolah dan anak-anak di kelas ataupun sekolah.

Kedua, namun yang dihadapi ini adalah polisi, meminta maaf adalah mengaku salah dan berkas lengkap sampai kejaksaan dan masuk pengadilan. Konteks meminta maaf sebagai solusi kekeluargaan ala sekolah menjadi ranah pidana.

Ketiga, ada pernyataan yang disampaikan kades pihak korban bahwa keluarga mau damai asal menerima Rp. 50 juta. Pihak guru dan sekolah maunya di bawah angka tersebut dan ditolak. Yakin hakul yakin kisah uang ini tidak akan pernah diusut, padahal jelas-jelas ada pihak lain di sana. Siapa yang akan memproses dan menerima laporan, kan polisi?

Keempat, posisi polisi  sangat superior, dan guru seolah hanya kacung      saja di negeri ini. keputusan PGRI setempat layak diacungi jempol, kalau tidak dicabut karena tekanan, ingat tekanan, anak ini tidak boleh sekolah di semua SD di kecamatan setempat. Kembali hakul yakin pasti akan ada pembelaan, melanggar HAM. Jika terjadi, koplak.

Kelima, MA mengeluarkan SEMA untuk menolak pencatatan nikah beda agama, lebay, kalau guru dipidana malah mingkem saja. Mosok MA malah sektarian, kasus guru vs polisi yang tidak imbang ini malah diam saja.

Keenam, muara kasus ini palingan juga kek kasus landak Jawa yang dipidana dan dibebaskan hakim. Namun tidak ada lanjutan bagi kekeliruan yang ada, atau permainan hukum di kantor-kantor hukum itu. Cek saja sendiri   bagaimana di mesin pencarian akan banyak kisah itu.

Guru, saya juga guru meskipun sekadar relawan dan banyak keluarga dan rekan adalah pendidik. Kekerasan di sekolah, saya pernah dipukul guru, nyubit siswa-siswi tidak terhitung, nampar sampai pipinya merah satu kali, toh tidak ada yang marah dan dendam dengan saya. Dasar guru ketika memukul bukan untuk menyakiti pastinya. Maunya adalah anak itu paham bahwa ada yang keliru sikapnya.

Bisa dicek, siapa sih orang tua yang tidak memukul, mencubit, atau njewer anaknya? Berapa banyak yang ideal, dengan halus dan anaknya bener? Layak ditanya si polisi mengapa anaknya nakal? Dididik dengan keras atau malah sama sekali tidak dididik dalam kesehariannya. Jika kekerasan anaknya harus dibayar 100 juta. Adil dan tepat.

Guru bisa dipidana jika tanpa alasan ngaploki anak sampai koma atau patah tulang, itu jelas sudah kriminal. Sekali memberi peringatan dengan kekerasan kog polisi, ya jadinya liar dan guru ketakutan, akhirnya sekadar mengajar, bukan mendidik. Bubar negara ini.

Wajar, ada murid malah nantang dan lebih galak dari guru, wong muridnya tidak ada ancaman pasal  sebaliknya guru diancam pidana. Coba polisi, jaksa, hakim, dan anggota dewan itu seminggu saja ngadepin anak 30 halal 10-20 saja sekelas, tidak mengeluh acungi jempol 20 biji. Mendidik itu tidak gampang, membiarkan itu yang akan menjadi bencana di kemudian hari.

Polisi kebanyakan ijazah SMA, jadi wajar, ketika menafsirkan hukum dan pasal bisa keliru. Penanganan kasus demi kasus hari-hari ini banyak kekacauan, apalagi sudah masuk dengan ciri cinta korp secara berlebihan.

Feodal, ketika korp saya paling baik, dan melihat lembaga lain dengan buruk. Korp tidak salah jelas, namun anggota korp sangat mungkin keliru. Hargailah lembaga dan pihak lain dengan sama sebagaimana lembaga sendiri.

Miris melihat media sosial gencar dengan berita dan video polisi yang sedang arogan dan masyarakat menjadi korban, termasuk guru. Apakah mereka tidak pernah sekolah sih?

Kapan ada edaran MA, Mahkamah Agung, bahwa tindakan pendisiplinan guru tidak bisa dipidana. Toh manusia waras juga tahu batas mendidik dan menyakiti. Kecuali guru itu depresi karena beban administrasi dan keluarga yang tidak mudah. Tidak ada deh guru yang sampai mencelakai dan harus membayar 50 juta seperti itu.

Mengerikan dunia pendidikan jika terus-terusan demikian, kapan akan membaik kemampuan membaca dan numerasi, ketika malah kehilangan kesempatan mendidik karena ketakutan dipidana atau harus membayar denda puluhan juta. Ini namanya EDAN.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun