Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gratifikasi atau Sponsor, Arogan atau Sopan, Sudut Pandang Kepentingan?

27 Agustus 2024   19:46 Diperbarui: 27 Agustus 2024   19:46 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gratifikasi atau Sponsor, Arogan atau Sopan, Sudut Pandang Kepentingan

Hari-hari ini sedang ramai pembicaraan mengenai kepergian Kaesang dan pasangannya ke Amrik. Mereka menumpang jet pribadi. Polemik muncul, pro kontra antara korupsi atau pemberian sponsor.  Namun artikel ini tak hendak membahas hal ini. Ada  hal yang identik, di mana polisi mendatangi seseorang yang sedang makan. Si polisi mengatakan yang didatangin tidak sopan karena diajak bicara sambil makan.

Mengapa menarik? Dalam video  singkat tersebut terlihat ada beberapa polisi mendatangi warung di mana ada yang sedang makan. Polisi itu tanya kepada si pemuda ini. Dijawablah sambil makan,  konteksnya polisi datang, ketika yang ditanyai ini sedang makan, bukan polisi bertanya ditinggal makan.

Lepas dari konteks secara utuh dan komprehensif, hanya sepenggal yang terjadi dalam video itu ada beberapa hal  yang menarik untuk dikupas. Mengapa?

Polisi mendatangi pemuda yang sedang makan. Wajar yang ditanyain tetap melangsungkan makannya, wong faktanya memang dia sedang makan, bukan aktifitas yang lain dan berganti makan, itu tidak sopan.

Tiba-tiba ada polwan yang meradang, dan merasa bahwa si pemuda tidak sopan karena ditanya rekan atau atasan si polwan, pemuda itu sambil makan. Lha memang mereka, polisi itu datang ke warung makan, dan yang ditanyain sedang makan. Lain jika ditanya malah pergi, ngeloyor nyari atau pesan makan dulu, dan tidak menjawab malah mengunyah dan berbunyi.

Malah dikatain tidak sopan.  Padahal si polisi "mengintervensi" orang makan, apakahh itu juga sopan? Jangan-jangan juga tidak membawa surat tugas untuk ngapain ke sana. 

Berandai-andai si pemuda itu baru makan, kelaparan belum makan cukup lama, karena takut kemudian pingsan apa yang akan terjadi? Apakah terpikirkan oleh si polisi?

Sependek melihat tayangan, kog tidak ada "masalah" sebelumnya, atau pengantar mengapa polisi datang ke tempat itu. Mengulik sebelum  menulis, ada klarifikasi dari pihak  kepolisian, konon mereka datang untuk menegur orang-orang yang lagi minum miras di sana. Salah satunya membuang puntung rokok ke arah petugas.

Menjawab tanggapan ini, berdasar tayangan tersebut, cukup aneh. Jika memang bersalah, berani melempar puntung rokok, orang itu  tidak akan berani bersikap cuek dan makan. Terlihat dari tangannya yang masuk ke antara paha ketika "digertak" polwan bahwa ia tidak sopan. Perilaku yang bertolak belakang dengan pernyataan lain. Mana berani  ditegor polisi, melempar puntung rokok, tapi sesopan itu dengan tanda menempatkan tangan di antara kaki. Plus mengatakan bahwa Tuhan yang akan membalaskan perilaku yang ia terima.

Melihat tayangan itu jadi gemes. Apakah mereka ini, si polisi dan polwan itu akan berani bersikap segarang dan sekeras, sekasar itu jika menghadapi koruptor atau maling berdasi? Saya yakin sejuta persen tidak akan berani.

Pun jika menghadapi maling ayam atau sandal di masjid, kek apa kasar, arogan, dan kejamnya, jika "orang yang tidak berkasus" saja demikian perilakunya? Bisa dibayangkan, plus rekam jejak para penegak hukum juga sudah terekam dalam benak publik.

Penghormatan itu tidak usah diminta.

Kewibawaan, kehormatan, dan juga respek itu akan hadir dengan sendirinya. Polisi itu merasa direndahkan, tidak dihormati, dan terhina karena mengajak orang bicara malah disambi makan. Padahal mereka yang datang ke orang yang sedang makan.

Publik, rakyat, dan masyarakat tentu memiliki asumsi, bahkan apriori, bahwa aparat itu seperti ini dan itu. Wajar, karena rekam jejak terutama setelah keterbukaan informasi, semua terbuka dengan sangat transparan. Bagaimana perilaku mereka itu rakyat sudah paham.

Nah, yang harus membawa diri dengan baik, keteladanan harus diberikan oleh penegak hukum, aparat, karena mereka itu abdi masyarakat, bukan malah sebaliknya. Bagaimana minta dihormati, ketika perilakunya saja ugal-ugalan.

Klarifikasi juga malah mempertontonkan keadaan yang lebih parah. Tidak merasa bersalah, malah mempersalahkan pihak lain, hal yang selalu saja terulang dan dilakukan terus. Penyelesaian masalah dengan masalah.

Jujur katakan bahwa ada kekeliruan, kesalahan, kealpaan, itu jiwa ksatria. Jangan malah menutup-nutupi. Ujungnya menyalahkan pihak lain, malah orang lain yang dipersalahkan. Makin runyam, tidak memperbaiki keadaan.

Bagaimana bisa, berperilaku arogan namun merasa sopan, dan pihak lain yang tidak tahu apa-apa malah dituding tidak sopan. Jangan karena berseragam, memiliki kekuatan,  kemudian dijadikan pembenar atas sikap arogan.

Jangan katakan itu soal sudut pandang. Tidak akan ada  perbedaan cara memandang, jika semua memiliki integritas yang sama.  Saling menghormati. Apa yang  terjadi itu merasa aparat, berseragam, dan memiliki kekuasaan, mengintimidasi rakyat yang terlihat tidak memiliki kemampuan sepadan dengan polisi tersebut.

Bagaimana bisa mengayomi, melayani, dan menjadi abdi, jika masih mau dihormati, tapi enggan memberikan respek, penghormatan terlebih dahulu. Jika benar memang para pelaku sedang minum, memang juga harus dihardik ketika sedang makan? Atau si perekam mengedit polisi yang sangat santun itu, bagaian yang polisi baiknya dihilangkan? Biasanya polisi itu demen dan doyan photo atau video ketika kegiatan, kog kali ini tidak ada. Menantikan video versi polisi, pasti sangat menarik dan seimbang jadinya.

Ada dua  sisi pastinya, tapi ada satu kebenaran universal yang ada. gratifikasi dan pemberian sponsor pasti lain. Pun arogan dan sopan tidak akan sama dong.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun