Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hadiah Terindah MUI untuk Hari Lahir Pancasila

2 Juni 2024   08:52 Diperbarui: 2 Juni 2024   08:55 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Lahir Pancasila Mendapatkan Hdiah Terindah dari MUI

Selamat Har Lahir Pancasila, semoga jaya dan lestari

Menjelang hari lahir Pancasila, ada hadiah yang sangat indah dari MUI yang mengadakan ijtima dan memberikan fatwa yang baik. Ini serius, saya berkali-kali membaca dan mencari sumber untuk meyakinkan dan apa yang saya pahami benar-benar sesuai dengan apa yang mau MUI nyatakan.

Mengapa saya berkali-kali membaca dan mencari berbagi sumber lain? Karena ini  hal yang sangat krusial sebagai bahan tulisan. Faktanya pemberitaan saja sampai banyak pro dan kontra. Sangat wajar, karena hidup di alam negeri yang beranega ragam perbedaannya. Bhineka Tunggal Ika yang dicengkeram burung garuda itu sangat sakral.

Saya sangat setuju bahwa mereka, para ulama MUI mengeluarkan fatwa ini. Hal yang berkaitan  dengan toleransi. Isinya  sangat bisa menjadi bahan berdebat yang pastinya tidak akan ada akhirnya. Faktanya yang dibahas dan diperdebatkan itu berdasar sudut pandang yang tentunya akan panjang. Tidak akan ada titik temu.

Tidak lagi penting. Satu yang saya lihat bagus dan berciri Pancasila yaitu bahwa ucapan salam bernuansa agama haram diucapkan oleh Muslim. Sepakat. Mengapa?

Pertama, salam bernuansa agama ya untuk agama dan kegiatan keagamaan, pengajian, ceramah agama, retret, rekoleksi, atau apapun nama dan bentuknya. Wong saya selama retret juga tidak pernah membukanya dengan salam seperti Berkah Dalem atau syalom, atau salam sejahtera.

Sangat tidak perlu salam berbagai acara kenegaraaan atau acara resmi seperti seminar, wisuda, atau sambutan upacara. Biar salam agama kembali untuk acara agama. Apalagi jika acara di gedung dewan, isinya tidak ada, kepanjangan salam dan pengantar tidak jelas.

Kedua, malah memperlihatkan hirarki agama di Indonesia, paling besar di depan, makin kecil makin ke bawah. Model demikian untuk apa sih? Hal yang tidak esensial kadang malah    lebih panjang. Sering terdengar dalam pidato, ceramah, sambutan hal yang demikian.

Ketiga, kembali gunakan saja salam yang netral, tidak bernuansa agama, dan semua hadirin mengerti dengan baik, seperti selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, dan sejenisnya. Sekali lai, biarkan selamat model agama untuk kegiatan keagamaan.

Keempat, tidak juga perlu pekik merdeka, keadaan sudah merdeka, semangat masih menggelora juga. Kecuali  kegiatan partai yang memang berkaitan hal demikian. Menyemangati yang loyo, merasa kalah, dan belum memperoleh panggung atau kursi kekuasaan.

Kelima,terlalu banyak salam agama dan penggunaannya yang tidak tepat. Sudah saatnya mengembalikan semua hal pada ranahnya masing-masing. Apalagi acara akademik dan ilmiah.  Semua ada porsi dan tempatnya.

Jangan sampai salam agama malah dipakai untuk menutupi kelemahan dan kekurangan, contoh berpanjang-panjang salam agama  pas inti pembicaraan zonk alias kosong dan malah membual. Tanpa makna sama sekali.

Keenam, salam agama dengan begitu mudah menguar dan dinyatakan, namun perilakunya jauh dari tuntunan agama. Lihat saja selama ini bagaimana perilaku hidup bersama dan bernegara.  Perlu keseimbangan dan berani bersikap bahwa harus konsisten dalam ucapan dan perilaku.

Jangan katakan ini sebagai sekular atau antiagama. Sama sekali bukan, namun mampu bersikap satunya kata dan perbuatan/

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun