Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mahalnya Pendidikan Tinggi Indonesia, Kita Bisa Apa?

22 Mei 2024   18:58 Diperbarui: 22 Mei 2024   19:23 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahalnya Pendidikan Tinggi di Indonesia, Kita Bisa Apa?

Bulan lalu, seminggu ada dua rekan yang berkisah bahwa anak- anaknya bersekolah di China, satu di RRC dan satunya di Taiwan. Keduanya memberikan pernyataan yang sama, bahwa lebih murah kuliah di sana dari pada di Indonesia.

Eh malah disusul dengan cerita dan pembicaraan yang amat panas mengenai beaya pendidikan di Indonesia yang demikian tinggi. Naik edan-edanan. Ada komentar dari kementrian   yang seolah-olah itu adalah kewajaran, karena pendidikan tinggi termasuk  kebutuhan tersier bukan kewajiban sebagaimana pendidikan dasar.

Hal yang cukup memprihatinkan, di mana begitu banyak  persoalan mengenai kemampaun intelektualitas bangsa ini. Bagaimana tidak, ketika minat baca sangat rendah, hal ini jelas berkaitan dan berkorelasi  dengan   pendidikan. Semakin rendah pendidikan,  orang juga cenderung malas membaca.

Laporan yang mengatakan IQ bangsa ini rata-rata 78 dan cukup menggembirakan sudah beranjak di angka 83. Toh masih terlalu jauh di bawah negara tetangga yang mencapai 100 lebih. Sangat memrihatikan.

Apakah   kiamat dengan tidak kuliah?

Sama sekali tidak  juga. Toh banyak peluang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus masuk jenjang perguruan tinggi. Pak Harto tidak pernah kuliah bisa jadi presiden 32 tahun. Tidak akan pernah ada yang bisa menyamai capaiannya. Luar biasa  toh.

Dunia makin modern. Semua bisa dipelajari via internet. Tidak perlu juga kuliah, asal ada kemauan. Ilmu tidak mesti dari bangku kuliah. Dosen juga bisa dari mana saja, tidak harus dari kampus. Masih banyak jalan menuju Roma.

Kemauan. Bagaimana orang mau maju toh banyak juga    orang jebolan perguruan tinggi namun perilaku dan pekerjaannya malah tidak mencerminkan apa yang mereka pelajari. Ada kisah menarik, ketika tetangga menilai bahwa tetangga kami yang orang kuliahan namun jualan yang sama saja dengan yang tidak kuliah.

Peluang selalu ada. Kini dengan    dunia digital dan internet semua bisa dipelajari dan bisa menjadi apa saja. Toko online, pekerjaan via internet, sering yang dinilai adalah karyanya, bukan karena titel atau gelarnya. Penilaian dari konsumen adalah apa yang dihasilkan, bukan apa yang dilampirkan dalam selembar ijazah.

Media sosial yang bisa menjadi ladang mendapatkan uang juga terbuka dengan lebar. Ada youtube, instagram, tiktok yang bisa menjadi pekerjaan menjanjikan. Artis-artispun pada pindah jalur dan mendapatkan penghasilan luar biasa. Ketekunan bukan ijazah di dalam karya ini.

Konsistensi yang memberikan peluang untuk para kreator ini bisa menghasilkan karya dan juga uang pada akhirnya. Lagi-lagi  bukan bangku kuliah.

Kreativitas. Kunci untuk maju adalah kreatif. Di sini perlu sikap mental yang baik untuk bisa membangun diri dan bisa berdampak. Bagaimana jiwa kreatif itu bisa membawa       pada masa depan yang lebih baik. Di sini termasuk penghasilan dan penghidupan.   

Lagi-lagi  kreativitas itu tidak tergantung pada kuliah atau tidak.  Namun bagaimana jiwa kreatif itu dibangun dan dibentuk sejak dini.  Sineas, artis, pelukis, pekerja seni, bahkan profesional dalam bidang ini sering tidak selesai dengan kuliahnya.

Komitmen. Memajukan diri bukan mesti dari bangku kuliah. Lihat Susi Pujiastuti yang terkenal dengan tenggelamkan itu tidak juga selesai sekolahnya, apalagi kuliah. Toh ia bisa menjadi pengusaha dan juga menteri yang baik.

Ia belajar banyak dari universitas kehidupan. Langsung terjun dalam masyarakat dan kerja. Tempaan alam yang membuatnya makin tangguh.

Artikel ini jelas bukan mengampanyekan antikuliah atau tidak perlu belajar di perguruan tinggi, tidak demikian. Namun, bagi yang terbatas kemampuan finansialnya jangan berkecil hati. Masih banyak jalan untuk bisa berbuat banyak bagi dunia melalui diri sendiri.

Peluang itu selalu ada. Kemauan mengambil  peluang itu yang penting dan krusial untuk mengembangkan diri. Tentu saja kuliah juga baik, sepanjang memang ada kesempatan dan mampu baik intelektual ataupun dananya.

Kesempatan kampus-kampus swasta mendapatkan  mahasiswa-mahasiswa pintar yang kurang beruntung.  Selama ini anak pintar masuk PTN. Kampus swasta hanya mendapatkan sisa-sisa, apalagi dulu lebih mahal dan sangat tidak terjangkau.

Ketika keadaan berbalik, kesempatan bagi kampus  nonnegeri untuk bisa bersaing dengan lebih adil. Ada peluang baik dan itu positif juga.

Andy Noya dalam salah satu kesempatan ia mengatakan, dalam seleksi karyawan, tim mereka melihat asal-usul kampus. PTN besar mereka pilih duluan, ternyata dalam wawancara mereka malah tidak cukup meyakinkan bisa bekerja dengan baik. Akhirnya tim seleksi mencari-cari lamaran dari kampus-kampus kecil yang sudah disortir, dan malah merekalah yang akhirnya diterima.

Lagi-lagi gambaran utuh, bagaimana kampus apalagi PTN besar lagi, belum tentu menghasilkan produk seperti yang dibayangkan.   Bisa jadi tidak demikian.

Mau kuliah atau tidak bukan harga mati. Lihat saja beberapa tahun lalu begitu mudah kampus mengobral gelar, sehingga sering pejabat kita  berderet-deret gelar, lha kapan mereka itu masuk kuliah, wong pekerjaannya saja sudah seabreg. Gambaran intelektualis sama sekali tidak terlihat.

Padahal begitu banyak orang-orang yang tidak bergelar, namun perilakunya sangat baik, positif, dan berkarakter. Memang terlalu apriori, namun ada dasar dari apa yang terjadi dalam hidup sehari-hari.  Sedikit banyak ada benarnya.

Terima kasih dan  salam

Susy Haryawan  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun