Pilihannya mengambil pemain keturunan untuk mengubah tabiat buruk timnas yang biasa tidak disiplin. Hal positif yang benar-benar mengubah. Pemain jadi berdedikasi atas permainannya.
Lebih menarik, ketika penjaga gawang Indonesia bisa menggagalkan tendangan pinalti dari pemain Australia. Ini sikap mental yang baik, bagaimana mereka atau ia tidak takut duluan melawan pemain negara lain. Hal yang   sering terlihat bahwa mereka ketakutan dulu melihat nama besar Jepang, Korea Selatan, Australia, di Asia Tenggara ada nama Thailand, Vietnam, pernah kesulitan menghadapi Singapura, Philipina, bahkan sekadar Laos, miris. Takut duluan.
Sikap mental yang dibangun STY dan pemilihan pemain keturunan yang menularkan keberanian dan sikap berjuang ini sangat krusial. Hasilnya terlihat. Mental, bukan soal skil.
Peran media yang membesar-besarkan nama negara lain kadang juga membuat mental pemain negeri ini ngeper duluan. Sekaligus membuat pemain ini menjadi viral dan sering kali kemudian kehilangan fokus. Ngartis dan kemudian skil bolanya terlupakan, ingat masa U-19 yang sempat menjadi harapan kala itu. hancur berantakan. Pun Diego Michiels mengaku bahwa kebiasaan pemain sini menular ke dia, bukan sebaliknya. Padahal banyak yang tidak baik atau kurang pas, contoh soal disiplin.
Proses dan perjuangan yang dilakukan STY layak mendapatkan aspresia, namun masih kurang dalam membangun liga, karena tanpa liga yang baik, susah membuat timnas keren, berprestasi, dan berkelanjutan. Pemain-pemain ini, yang menjadi andalan STY memang masih cukup muda, namun untuk 8-10 tahun ke depan?
Federas, PSSI yang kudu gerak cepat dan kerja keras untuk memperbaiki keberadaan liga. Kompetisi yang bisa menyiapkan pemain berkualitas, bukan sekadar ingat bingar soal transfer dan polemik pemmain atau pelatih asing. Bagaimana membangun mutu pertandingan liga yang kompetitif.
Pembinaan usia muda yang serius bukan sekadar banyak dan marak, namun nendang saja keliru. Hal-hal penting yang seolah belum tergarap dengan semestinya oleh federasi. Â Paling riuh rendah pemilihan ketum, namun ketika menjabat tidak memberikan kontribusi, selain bicara penyelenggaraan liga, penyerahan piala, dan kalau ada pertandingan timnas. Â Tanpa ketua federasi atau organisasi pun bisa kalau hanya demikian. Panitia saja cukup. Â Â Â
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H