Pemain Timnas Sepak Bola Indonesia Tidak Cukup Hanya Bakat
Salah satu pelatih asing yang bekerja menangani tim di Liga Indonesia mengritik naturalisasi STY. Â Tukang racik tim yang baru bekerja setahun ini sebenarnya belum cukup waktu dan mengenal karakter dan model pesepakbola di Indonesia itu seperti apa. Terutama ketika sudah mendapatkan label timnas, langganan lagi.
Komentar salah satu netizen, dan juga ada Kompasianer yang mengatakan, pemain sepak bola Indonesia untuk timnas tidak cukup hanya bermodal talenta atau bakat saja. Benar, bakat atau kemampuan alam sangat berlimpah. Ini tidak salah. Hanya saja amatan pelatih asing tersebut masih perlu waktu untuk paham secara utuh.
Talenta muda di Indonesia tidak akan pernah kurang, apalagi dari Mutiara Hitam, selalu ada dari generasi ke generasi, tetapi toh prestasi timnas juga mentok kalau tidak dikatakan malah merosot beberapa tahun terakhir. Hanya dalam hitungan bulan ini saja sangat menjanjikan.
Penyakit pemain bola di Indonesia itu bahasa netizen adalah sindrom bintang, kalau istilah saya ngartis. Apa maksudnya? Mereka ini, pemain berbakat itu mudah silau akan gemerlapnya menjadi bintang, kemudian terlena dan hilang.
Ngartis bagi konsep saya adalah, tenar karena skil bagus, dielu-elukan, kemudian kenal artis, keluar masuk media untuk wawancara, dapat pasangan artis, hilang. Â Hal yang identik juga dijadikan komoditi oleh pihak-pihak tertentu sehingga malah abai akan permainan bola hilang fokus, dan nantinya juga kehilangan masa depan.
Suka atau tidak, skil mereka, bakat, talenta, dan kemampuan mereka adalah bermain bola. Dunia yang berbeda menjadi selebritas itu, kemudian kehilangan pegangan dan semua hilang. Contoh banyak pemain yang terjebak dalam konteks ini. Sindrom bintang atau ngartis ini.
Lebih sadis lagi, netizen mengatakan tidak bisa dibina. Sarkas yang sangat keras, namun memang benar. Bagaimana bisa talenta atau bakat berkembang, ketika mereka tidak mau dibina, dilatih, dan malah kehilangan fokus karena silau akan dunia glamor yang membuat mereka tenar dengan sekejap, namun juga cepat lenyap.
Pelatih STY tahu betul dengan karakter ini, dari pada mengubah kepribadian yang memang habitatnya demikian, enak memang mengambil pemain jadi dari luar negeri. Sebagian penghujat tidak juga memberikan solusi lebih jitu.
Lihat saja pemain asing separo lebih di klub. Enam pemain asing itu berlebihan, liga di sini beda kelas dengan Liga Eropa, terutama liga papan atas, seperti La Liga, Seri A, atau Liga Inggris. Mereka sudah matang, profesional, dan juga tahu dengan baik, latihan, tanding, dan hidup pribadi.