Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kota Ramah Anak dan Fakta yang Ada

24 Juli 2023   11:16 Diperbarui: 24 Juli 2023   11:20 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang tua yang paranoid. Suka atau tidak, banyak orang tua tidak tega, tidak yakin untuk melepaskan anaknya berangkat sekolah sendiri. Sampai SMA pun masih banyak yang diantar-jemput, berbeda dengan satu dua dekade lampau. Apapun alasannya, faktanya lebih banyak anak yang antarjemput dari pada yang berangkat sendiri.

Bermain berkurang, bergaul juga menjadi lebih sedikit. Sosialisasi bersama dengan rekan menjadi minim. Konsekuensi logis atas transportasi dan mekanisme anak dalam berangkat dan pulang sekolah. Dulu, begitu banyak kesempatan dan pengalaman ketika bersama-sama.

Dunia gadget. Makin mengalienasi bersama dengan kawan. Lebih cenderung menjadi soliter, pribadi, dan sendirian dalam beraktivitas. Bersama dengan pihak lain, namun tidak berinteraksi secara langsung. Ada jarak, bahkan maya. Ini fakta yang memang sudah menjadi sebuah budaya baru.

Kota ramah anak, namun juga perlu paham dunia mereka. Bagaimana pendidikan, hidup, dan kebersamaan mereka itu ada jurang. Mau teknologi, budaya, dan juga komunikasi. terbentur pula politik, ekonomi-bisnis, dan kepentingan. Contoh, mengenai pembangunan sekolah di tempat-tempat yang tidak terjangkau.

Alat transportasi massal yang belum menyeluruh, akhirnya orang tua antar jelput, atau bahkan menggunakan motor. Ini adalah kebijakan, mau tidak mau bicara juga mengenai politik. Kebijakan, dan kepemimpinan.

Ruang terbuka hijau itu juga politik, kebijakan kepemimpinan. Berani atau kadang memang tidak ada visi untuk menyediakan itu. Lihat saja    berapa tahun keadaan itu tidak lebih baik. Pembangunan masif mengenai ruang terbuka hijau belum lama ada.

Pembangunan jalan tanpa bahu jalan, trotoar tidak ada itu juga karena karena keputusan kepemimpinan. Bagaimana anak aman di jalan dengan keberadaan jalan raya bak sirkuit maut bagi yang meleng sedikit saja.

Tentu artikel ini tidak fatalistik atau berpikir negatif, namun bagaimana  kebijakan itu perlu juga melihat secara holistik. Tidak sekadar jargon keren, namun tidak bisa dicapai, seolah utopia, padahal kalau mau, semua bisa.

Selamat Hari Anak 2023

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun