Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

77 Tahun Polri dan Sisi Kelam Sepanjang Tahun

1 Juli 2023   12:40 Diperbarui: 1 Juli 2023   12:45 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

77 Tahun Polri dan Sisi Kelamnya

Selamat 77 tahun Bhayangkara, makin presisi bagi negeri.

Suka atau tidak, keberadaan polisi itu penting. Benar bahwa beberapa waktu terakhir media baik arus utama atau apalagi media sosial dibanjiri kisah kelam penjaga keamanan bangsa dan negara itu. Baik yang benar-benar menyangkut pribadi polisi itu ataupun yang dikait-kaitkan karena kesan politis yang mau dibangun polisi gagal menjaga keamanan.

Tragedi Kanjuruhan itu panitia yang tidak sigap. Penonton yang tidak sportif, namun mau dibawa-bawa ke ranah petugas keamanan yang melakukan tindak pidana. Begitu banyak dan liar dalam pembicaraan, pemberitaan, dan juga narasi yang membawa kesalahan sepenuhnya pada pihak kepolisian. Aksi dan reaksi yang kebalik-balik, khas permainan politik negeri ini.

Kisah tragis sepak bola yang terjadi akhir tahun lalu itu, sampai sekarang juga tidak membawa perubahan yang signifikan dalam persepakbolaan, selain hanya narasi, klaim, tudingan, dan juga permainan cenderung politis. Tidak pernah ada pembicaraan dan pembinaan suporter bola untuk lebih siap  menerima kekalahan atau menyaksikan tim kesayangan tidak memberikan hasil sebagaimana mestinya.

Bukti dari itu adalah, usai tragedi itu ada upaya yang mirip. Semarang dengan penjualan tiket, padahal pertandingan tanpa penonton. Lagi-lagi cenderung politis di balik itu semua.

Kisah kelam   selanjutnya mengenai jenderal yang menembak anak buahnya, bahkan ajudannya sendiri. Drama mengerikan ini melibatkan begitu banyak polisi bahkan. Ada perwira lulusan terbaik angkatannya harus terhenti karirnya. Atau Bhayangkara dua yang harus menjadi pesakitan karena perintah si bintang dua. Mengerikan. Tragedi yang luar biasa kelam.

Fredy Sambo. Kisah pilu yang demikian berkepanjangan. Menyeret bintang hingga pangkat terendah dalam kepolisian. Begitu pelik, settingan yang membuat banyak perwira baik menengah ataupun tinggi harus kehilangan jabatan, bahkan menjadi pesakitan. Tragis.

Keluarga Ferdy Sambo juga pastinya berantakan, sang istri dihukum berat di bui, dan dirinya divonis mati. Apakah ada keringanan hukuman, minimal menjadi seumur hidup misalnya? Bisa saja terjadi, namun sangat mungkin jaga tidak. Atensi publik demikian besar.

Pro dan kontra mengenai kisah, para pelaku, sikap keluarga korban, dan juga para pelaku menjadi santapan berbulan-bulan. Drama demi drama lahir. Kemarahan, kejengkelan, dan juga terkadang geli karena aksi para pelaku dan pihak-pihak yang terlibat di sana, kadang menggelikan di tengah     kisah tragis.

Teddy Minahasa.  Lagi-lagi kisah pilu. Bagaimana ia disangka menjadi pengedar sabu bersama dengan anak buahnya. Vonis sudah dijatuhkan. Bersama dengan bawahannya ia mengambil barang bukti dan kemudian dijual kembali. Ini jelas sudah dibuktikan di persidangan, hanya belum berkekuatan hukum tetap.

Kisah hitam yang menyeret polisi secara kelembagaan, karena melibatkan polisi-polisi lain. Susah   tidak percaya dengan apa yang terjadi, bahwa itu bukan sebuah kejahatan yang terencana dan bahkan sistemik. Asumsi dan tudingan publik kadang juga ngaco, namun tidak juga sepenuhnya ngawur. Bukti-bukti lain menguatkan tudingan tersebut.

Cerita mengenai rekening atau polisi gendut sudah menguar begitu lama, toh tidak pernah ada penyelesaian.  Lihat saja bagaimana pamer, flexing, gaya hidup yang tidak sesuai profil. Pegawai dengan mengenakan baju 13 juta itu jelas sudah tidak sesuai dengan pendapatan.

Lihat saja bagaimana "pertikaian" sesama polisi yang ada di KPK. Apakah ini sebuah prestasi, kebersihan dan kejujuran jajaran kepolisian? Susah melihat itu sebagai sebuah kebenaran. Memperlihatkan  friksi dan faksi yang ada di tubuh penegak hukum itu. Miris.

Ada anekdot polisi baik itu hanya Jenderal Hoegeng almarhum dan polisi tidur. Sarkas yang mau menggambarkan betapa buruk citra polisi di mata masyarakat.  Mosok manusia  dipersamakan, diperbandingkan dengan  bagian jalan yang bertujuan memperlambat laju kendaraan.

Rekrutmen buruk. Suka atau tidak, KKN itu masih demikian kental. Lihat saja berapa persen anak jenderal yang masuk ke AKPOL. Sekian banyak itu berapa yang benar-benar kapabel dan mampu memperlihatkan sebagai pelayan masyarakat. Tentu bukan apriori, namun sebuah refleksi dan evaluasi  untuk menjadi anggota polisi itu perlu integritas tinggi.

Gaya hidup. Lihat saja parkiran kantor-kantor polisi itu seperti apa. Benar bahwa gaji dengan  tunjangannya sudah cukup besar. Apakah benar demikian?  Ada yang  begitu, namun tidak sedikit yang tidak.  Gaya hidupnya sering melebihi pendapatannya, dan itu dari mana?  Lagi-lagi bukan menuduh, namun perlu sikap ugahari itu juga penting.

Memang masyarakat juga masih menghormati orang  kaya, tongkrongan keren dan mewah, dibandingkan kesederhanaan.  Orang juga tidak peduli kekayaan itu dari mana.

Hidup beragama, semata ritual dan hapal. Lihat saja ketika hari raya apapun agamanya, toh mereka semua berlomba-lomba dalam beribadah dan juga melakukan derma, namun apakah itu juga membuat mereka takut untuk berlaku korup? Tidak bukan.

Kisah Napoleon yang marah memberikan makan kotoran pada M. Kace, memberikan gambaran, bahwa atas nama agama namun melanggar hukum dan menyiksa orang bisa terjadi. Lagi-lagi dia ini jenderal lho.     

Tentu saja ini bukan sebuah litani keburukan, namun sebuah gambaran bagaimana kepolisian itu dibangun dengan susah payah, namun ada yang menggerogotinya, dan itu adalah para pilar utama. Bebersih itu tidak mudah, bukan berarti tidak bisa.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun