Â
Yenny Wahid dan Upaya Terakhir Andi Arief
Partai Demokrat sudah memberikan tenggat waktu sampai bulan Juni untuk Anies Baswedan menyebutkan nama bakal cawapresnya. Koalisi yang digagas sejak tahun lalu, hingga kini belum bulat mengenai siapa yang akan menjadi calon RI-2-nya. Usai PKS "menyerah dengan tidak memaksakan calonnya, Demokrat seolah di atas angin. AHY pasti menjadi bakal calon wapres.
Ternyata tidak sesederhana itu. Ada dua  hal, minimal demikian yang terlihat menjadi kendala. Pertama si bakal calon presiden sendiri sejak awal seolah keberatan. Memang tidak cukup berani bicara tegas dan jelas. Karena masih butuh partai dan suaranya untuk bisa maju menjadi pasangan di pilpres.
Berkali ulang sikapnya memperlihatkan enggan berpasanga dengan AHY. Berbagai alasan memang sangat mudah dikemukakan. Tentu tidak serta merta dengan mantan  gubernur Jakarta itu. Kendala politis yang pasti.
Alasan kedua Nasdem, berkali ulang elit Nasdem menyebut nama-nama di luar koalisi. Atau menyatakan AHY belum layak ikut kontestasi sekelas pilpres. Jelas dengan menyebut dan memberikan saran untuk calon di luar  koalisi sebagai penguat koalisi namun di balik itu adalah penolakan calon terkuat dari partai mersi itu.
Kendala itu belum terjembatani dengan baik, eh malah ada undangan dari Puan Maharani, dilanjut mimpi SBY, hal yang seolah memberikan tekanan pada bacapres dan juga keberadaan Nasdem yang  masih begitu susah untuk menyatakan ya, bakal cawapres adalah AHY.
Para elit Demokrat bersama-sama berdengung mengenai mimpi SBY itu sebuah tanda, signal, dan simbolsasi baik, relasi kembali hangat dengan Megawati. Mimpi yang seolah adalah sudah sebuah kepastian. Caranya ya jelas AHY adalah bakal calon wakil presiden dari Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDI-Perjuangan.
Pada sisi lain dua kali Demokrat masih menjadi oposan keras dari pemerintah, Megawati dan PDI-Perjungan tentu saja. Satu, soal RUU Kesehatan, biasa bersama dengan PKS Â kali inipun Demokrat menolak untuk menyetujui. Â Posisinya di mana itu jelas banget. Apa artinya mimpi ketika yang fakta saja dipungkiri seperti ini.
Cawe-cawe Jokowi  buku yang diterbitkan SBY jelas dengan gamblang mengatakan, Jokowi maunya dua pasang saja dalam pilpres. Tidak suka Anies Baswedan juga ikut dalam pilpres. Ini sangat tendensius, di tengah mimpi bahagia, mimpi indah, dan juga seolah rekonsiliasi di depan mata malah dipatahkan lagi.
Politik memang demikian, tetapi juga paham permainannya tidak perlu vulgar dan kasar begitu. Sebentar-sebentar putih, kembali hitam lagi.  Eh putih, ke hitam lagi. Konsistensi ini juga penting. Masyarakat itu makin cerdas, melek, dan  pinter menganalisis dan memberikan penilaian lho.