Tulisan ini akan berpusat pada pendidikan.
Kedua lembaga pendidikan ini ternyata pernah mengalami "penyanderaan" siswa. Al-Zaitun karena orang tuanya karyawan di YPI kena PHK, sehingga tidak mampu membayar, tunggakan sampai 43 juta. Â Silakan dicek di mesin pencari pasti akan ketemu.
Sekolah SPI Indonesia juga pernah memperlakukan siswa-siswinya menjadi pekerja tanpa pernah sekolah. Melayani tamu-tamu yang mengagumi konsep keren, yang ternyata tidak sesuai dengan faktanya.
Koordinasi, kooperatif, itu sangat minim. Keberadaan kedua lembaga yang sangat besar itu melindungi banyak kepentingan yang sebenarnya potensi untuk melanggar hukum. Pihak lain, termasuk negara tidak bisa hadir dan meminta klarifikasi.
Keduanya sama. Sikapnya identik, merasa gede, benar, dan tidak akan bisa salah, pembinaan negara diabaikan. Pemanggilan, komunikasi, dan bentuk klarifikasi dimentahkan sepihak. Negara kalah.
Pro dan kontra selalu hadir. Pembelaan bak babi buta versus perlawanan yang sama kuatnya. Hal yang aneh dan lucu sebenarnya. Bagaimana bisa kebenaran dan kejahatan bisa sama kuat. Tidak akan mungkin demikian, jika dunia pendidikan kita waras, baik, dan benar.
Mengapa sampai ada yang membela mati-matian, padahal jelas-jelas ada korban. Ini memperlihatkan bahwa ada yang salah dalam dunia pendidikan kita, sehingga memahami persoalan juga saling sengkarut.
Lembaga bisa tidak salah, namun oknum, pemilik, pendiri, pemimpin, atau orang-orang di sana sangat mungkin dapat berbuat keliru dan salah. Kebanggaan pada korp, lembaga, atau institusi sering menjadi pembenar atas perilaku buruk, bahkan jahat para person di dalam lembaga itu.
Ini yang membuat pro dan kontra. Padahal pendidikan sudah seharusnya memampukan membedakan, memilah dan memilih. Mana yang salah dan buruk dan mana yang baik atau benar. Tidak ada    kejahatan atau kebaikan itu secara menyeluruh. Nah yang mau ditangani adalah kekeliruan, kesalahan, dan yang tidak benar ini.
Lembaganya tidak salah, bisa jadi. Orang-orangnya  berpotensi keliru bahkan salah dan jahat. Biarkan penegak hukum meneliti, menyelidiki, meminta klarifikasi, dan lakukan. Jika tidak salah, mengapa kudu takut. Masalahnya adalah di sini.
Sering pelaku jahat itu berlindung dan berkedok pada lembaga, yang telah berbuat baik bagi sekian banyak orang, sehingga mendapatkan pembenaran dan pembelaan mati-matian. Persoalan tidak pernah selesai, karena memang tidak pernah diselesaikan.