Mengapa demikian?
Lihat saja baliho di mana-mana tampang AHY bersama SBY paling yang banyak bermunculan. Berbeda dengan PKS yang selalu mengusung  kepentingan partainya, namun juga ada gambar bakal calon presiden mereka.  Sebenarnya dari sini juga sudah terlihat bagaimana konsentrasi dan fokus partai itu nyata.
Menarik, jika bukan AHY yang diajukan, sebagaimana maunya Nasdem. Apa yang akan terjadi coba? Mau pindah ke koalisi lain sangat susah. AHY dan Demokrat itu hanya pelipur lara, bukan partai besar yang akan menarik untuk bekerja sama. Keberadaan ketua umum partai mersi itu pun segitu saja, bukan magnet yang mengundang kerumunan untuk menjadi partnernya.
Padahal, sudah dua gelaran pilpres, sikap SBY terlihat sangat mencolok bagaimana mereka, Demokrat itu setengah hati. Seolah hanya pajangan yang mau menang ya syukur, kalah tidak jadi masalah. Apatis. Hal   yang sama bisa juga terjadi. Kalau hari ini sangat tidak mungkin, karena dampaknya sangat besar.
Jika Demokrat menarik mundur dukungan sebab AHY tidak dicawapreskan, suara mereka sangat tidak cukup. Artinya koalisi mereka hanya duluan deklarasi namun tidak mampu membawa dalam arena pertarungan yang sesungguhnya. Konsekuensi yang sangat tidak mudah bagi parpol yang tergabung dalam koalisi.
Demokrat sendiri juga mau tancap gas, jika gagal dengan koalisi awal ini mereka mau apa. Pindah membangun  koalisi baru jelas tidak cukup waktu. Paling-paling menjadi penggembira sebagaimana 2014 dan 2019. Kemudian membangun citra di dekat 2029. Padahal itu semua tidak cukup. Sama juga selama ini ke mana mereka? Ada waktu padahal, dari pada hanya menyerang pemerintah terus, jauh lebih keren memberikan sumbangsih secara faktual.
AHY juga harus sadar dan tahu diri, dia bukan SBY.  Waktu dan kesempatan yang jauh berbeda. SBY sangat  tenar kala itu. Pun keberadaan partainya pun sangat kuat. Konteks 2009, bukan 2004. Pada periode pertama pemerintahan SBY, ketenaran dan ketokohan SBY dengan tim yang solid memampukan ia menjadi presiden.
Kini, AHY belum sekuat pepo. Partainya sih 11 12 dengan 2004, hanya faktor pendorong untuk bisa menjadi besar tidak ada. Eh jualannya    juga hanya menyerang Jokowi, utang negara, tanpa ada yang baru, apalagi bicara solusi.
Demokrat itu sebenarnya harapan, masa depan negeri ini. Sayang bahwa malah hanya menjadi alat keluarga bukan sarana untuk memikirkan bangsa dan negara lebih maju lagi.
Makin hari makin asyik juga perpolitikan negeri ini. Saling  mengunci dan sabar adalah pembedanya. Tergesa-gesa akan celaka. Sekecil apapun kesalahan atau kekeliruan akan kudu dibayar sangat mahal.  Pun negeri ini, jika gegabah memilih pemimpinnya, pertaruhannya adalah masa depan bangsa ini.
Terima kasih dan salam