Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Viktor Laiskodat, Stunting, dan Sekolah Masuk Pukul 5 Pagi

4 Maret 2023   08:54 Diperbarui: 4 Maret 2023   09:05 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, NTT itu banyak talenta muda yang sangat berkelas, masuk kelasnya UGM, ITB atau sekolah lain sangat mudah. Memang kalau kedinasan masih banyak terkendala pada keterbatasan fisik. Tapi penanganannya bukan menggunakan perubahan lebih awal masuk sekolah juga.

Jauh lebih pas adalah peningkatan gizi. Kemampuan kognisi tidak kalah kog. Beberapa teman dari NTT ekselen bahkan, juga yang berbadan besar, tegap, dan siap masuk sekolah kedinasan juga banyak.

Kelima, seminari di NTT  banyak, bisa menjadi rujukan sekolah berdisiplin dan berkarakter. Pendidikan yang membawa anak-anak NTT merajai hidup membiara seantero Nusantara. Tanpa disiplin mana bisa mereka sampai ke Sulawesi, Sumatera, dan jangan salah Jawa juga banyak lho dari sana.

Tidak hanya yang laki-laki, perempuan juga banyak yang berkompeten, biarawati sangat banyak berasal dari NTT. Bisa dicek, biara di mana-mana pasti ada anggotanya yang berasal dari NTT.

Keenam, yang perlu diubah itu cara pandang. Bahwa hidup membiara itu nomor satu, lainnya itu sampingan. Ini yang terjadi dan bisa diyakini mau masuk kampus sekeren apapun, jika bukan seminari dan masuk biara, bukan hal yang membanggakan bagi mereka.

Soal kebanggaan. Artinya, mau menyelesaikan masalah dengan tanpa tahu akar masalah sebenarnya.

Ketujuh, jauh lebih tepat adalah pengadaan sekolah mewah, gratis, dan itu benar-benar unggulan. Lepas dari KKN, namun karena benar-benar kemampuan intelektual, integritas, dan fisik yang prima.

Dana bisa dari pemerintah dan mencari sponsor tentu saja.  Ini jauh lebih realistis, anak-anak tinggal sekolah, mikir studi, bukan membantu orang tua, makan apa nanti, dan juga memikirkan tetek bengek yang menghambat studi.

Jika ini yang dilakukan, sepuluh tahun ke depan anak-anak ini sudah mentas, stunting turun, dan kedisiplinan lebih tinggi. Wong tinggal mikir nilai baik saja.

Kedelapan, bisa dicek, mengapa seminari itu banyak dituju anak-anak di NTT, pendidikan murah, bagus, dan menjamin masa depan mereka. Tinggal contoh saja itu, mudah, murah, dan tidak kontroversial. Tentu ini bukan soal bicara agama, namun bagaimana pendidikan bermutu dan murah itu bisa. Dana dari mana saja bisa lah diusahakan, mosok tidak bisa sih

Jika melihat poin itu semua, yakin Viktor Laiskodat akan mengatakan, kajian kami mendalam, tidak akan keluar, kau pikir sendiri.  Lha yang membuat keputusan siapa, yang disuruh mikir siapa, kan lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun