Toh yang memiliki sel mewah, bisa jalan-jalan bukan hanya Gayus, ada pula terpidana lainnya memiliki hak khusus itu. Berbeda, ketika  mereka dimiskinkan, mereka tidak akan bisa membeli hukum dan perangkat penegakan hukum dengan kekayaan mereka.
Gaya hidup sederhana itu bisa diciptakan, dirancang, dan dididik sejak pendidikan. Padahal sangat mungkin, ketika pegawai pajak itu kebanyakan dari satu kampus, di sanalah kawah candradimuka untuk menekankan hidup sederhana, jujur, berintegritas, dan memiliki pemahaman kebutuhan negara di atas segalanya.
Masalahnya adalah,
Rekrutmen, mau pendidikan, masuk kerja, jenjang karir, dan tetek bengek berkaitan dengan birokrasi itu aroma suapnya jauh lebih kental. Mengurai masalah ini butuh keberanian besar, omong kosong ketika bicara transparansi, korupsi menipis, sepanjang masuk sekolah, kuliah kedinasan, jenjang karir semua masih pakai uang.
Politik. Pemilihan kepala daerah langsung itu benar demokratis, namun dampaknya sangat buruk. Wong orang-orangnya tidak taat konsensus dan memiliki integritas. Jor-joran uang ketika pemilihan, pasti akan mencari balik modal untuk bisa kembali nyalon atau bertahan. Belum lagi jual beli jabatan karena modal di awal itu.
Integritas. Jelas-jelas salah saja, masih berdalih seribu jurus untuk tetap benar. berapa ribu kasus yang pelakunya mengaku dan menyesal dengan sungguh-sungguh, apalagi kasus maling anggaran. Jauh lebih banyak yang menolak, menyangkal, dan tidak mengaku bahwa mereka merugikan negara.
Sekelas Menteri Agama saja tidak bisa dipercaya. Uang untuk mencetak Kitab Suci saja dicolong, ngurusin agama, Kitab Suci saja dimaling, apalagi yang lain, coba.
Sikap warga. Penghormatan pada orang kaya, berpangkat, dan memiliki jabatan itu pada posisi teratas, terhormat, dan pasti kajen keringan. Padahal belum tentu hasil dari kerja keras dan cerdas. Kadang kekayaannya saja tidak sesuai profilnya. Toh  masih juga dianggap sebagai orang sukses.
Sepanjang mental berbangsa demikian, susah mencari orang atau pegawai yang jujur, karena akan hidup biasa dan tidak mendapatkan penghormatan yang semestinya. Padahal harusnya integritas inilah yang utama. Orang bersih, jujur, dan biasa saja tanpa maling itu jauh lebih mulia, toh tidak demikian.
Penghargaan akan hal-hal yang artifisial, pakaian, Â hape, mobil, motor, rumah, tempat makan, wora-wiri luar negeri dan mengabaikan asal-usul uang untuk itu menyesatkan publik. Tidak mau tahu mana yang baik, benar, pokoknya keren, kaya, dan ngider ke mana-mana itu layak dipuja.
Sejak kecil lho pakaian, Â asesoris bermerek itu lebih dihargai. Padahal fungsinya sama. Pendidikan itu menentukan.