Memahami Lesunya MU
Apa yang terjadi di MU, Juve, Barca, dan juga sempat dulu Liverpool, Arsenal mengalaminya. Pergantian pelatih, pemain ikonik, dan regenerasi biasa berjalan tidak mudah. Paling menyolok apa yang dialami si setan merah. Di tengah tetangga berisik mereka yang nyaman di mana-mana, MU masih kebingungan.
Mengapa sih MU sebegitu lamanya, padahal Arsenal mulai menemukan jalurnya. Lini masa media baik sosial atau arus utama, masih berkutat soal Ronaldo, atau kata-kata si para mantan yang berisik, model Fergie menyebut City.
Beberapa hal layak dicermati, mengapa susah MU untuk kembali ke jalur juara,
Pertama, Fergie terlalu lama, 27 tahun memegang satu klub, ketergantungan yang dijadikan juga tuntutan suporter. Bagaimana kesuksesan itu harus sama. Padahal Fergie ternyata baru pada tahun keempat bisa mempersembahkan tropi. Kudu sabar, ini berkaitan dengan poin berikutnya. Bayang-bayang Fergie masih menghantui Old Trafford.
Kedua, tidak sabar. Suporter, manajemen, dan juga semua yang ada di MU tidak sabar akan proses. Pelatih berganti-ganti, tapi memori tetap Fergie, tapi lupa berjuang empat tahun baru mendapatkan piala juara pada lupa. Sekarang siapa pelatih yang diberi kepercayaan sampai empat tahun.
Lihat bagaimana Arsenan dengan Arteta atau Liverpool dengan Klop. Jangan samakan Enrique yang langsung juara. Tim juara, pemain di masa puncak, tinggal meracik dan menambah pemain sesuai selera. Itu tidak banyak. Toh, lihat sekarang Barca juga masih transisi lagi.
Ketiga. Alumni atau mantan pemain yang berisik. Hanya eksMU yang comel dan nyinyir, malah kek pendukung paslon kalah di Indonesia. Semua dikomentari hanya pemain muter-muter menunjukkan skil individu saja diributin. Tidak ada ekspemain klub selain MU yang seribet ini.
Ronaldo balik pun jadi bahan ghibah. Disuruh pergi karena permainannya sudah tidak lagi seperti dulu. Pemain yang balik lagi tidak ada yang moncer seperti sebelumnya. Ada Owen, ada Kaka, Shevchenko, pemain sudah keren di klub lama, pindah, dan balik lagi biasanya sudah habis.
Keberadaan Ronaldo yang sedang menurun, faktor umur juga perlu dimengerti, eh malah dicomelin, dan itu salah satu faktor MU susah kembali pada performa terbaiknya.
Termasuk juga comel pada pelatih yang ditunjuk, dibanding-bandingkan dengan Fergie pas sudah sukses, bukan pas proses. Â
Keempat    ekspektasi penonton yang malah membebani pelatih dan pemain, sehingga permainan mereka tidak lepas bebas. Padahal pemain-pemain dan juga pelatihnya top, karena tegang mereka tidak bisa bermain dengan leluasa. Akhirnya jeblok, dan lingkaran setan di atas kembali lagi.
Fergie sebagai rujukan, tidak sabar pada proses, alumni ribut, dan gantilah pelatih, pemain, dan kembali gagal. Akan terus begitu jika tidak sabar dan menuntut tinggi. Mou saja gagal, apalagi pelatih-pelatih muda.
Kelima, kepanikan pelatih, siapapun yang ditunjuk sangat tidak mudah. Mereka sudah terbebani menjadi nomor satu lagi dengan segera. Padahal kondisinya berbeda. MU sedang membangun ulang, padahal tim lain dengan pelatih yang sudah mulai mapan. Makin susah keluar dari lingkaran setan itu.
Solusinya adalah, semua pihak, terutama ekspemain MU diam, sabar, dan percayakan siapapun pelatihnya untuk bisa bekerja dengan tenang, nyaman, dan enjoy. Ketika tekanan itu berkurang, yakinlah semua bisa kembali pada jalur yang tepat. Fans jadi ikut-ikutan menekan dan menuntut kembali juara.
Ingat, Fergie pada tahun keempat. Â Semua butuh proses. Tidak ada yang bisa bim salabim juara. Membangun tim dengan bayang-bayang masa lalu, pelatih, piala, dan pemain yang hebat, bisa membuat yang sedang bekerja jadi takut.
Apalagi eranya media sosial, siapapun bisa omong dan menekan klub dan itu menjadi malapetaka. Jika mau segera juara lagi, percayakan saja pelatih dan manajemen untuk mengelola. Beri ruang dan waktu untuk bisa membentuk tim yang solid.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H