Jenderal Berulah, Kini Bripda, Polri Krisis?
Kisah tragis almarhum Brigadir J dengan berderet bintang dan perwira yang ikut terseret belum usai. Kini, di belahan pulau lain ada kisah yang sama mirisnya. Delapan brigadirdua, baru empat bulan lulus dan pelantikan menganiaya sipil. Â Apakah krisis dari akar?
Membaca dan mencermati kisah-kisah kekerasan dalam tubuh petugas keamanan sejak di pendidikan memang memprihatinkan. Sudah cukup lama tidak terdengar ada tarunan Akpol yang meninggal karena kekerasan senior. Â Tapi jangan lupa, bisa saja tidak terekspose.
Sebenarnya, jika sekelas akademi, usai SMA masih suka kekerasan berarti ada yang salah. Â Post sekolah menengah atas sudah lebih mengedepankan otak dari pada otot. Pencarian jati diri sudah tidak pula dominan sebagaimana anak-anak sekolah menengah.
Toh, masih sering terjadi. Pilunya, penyelesaiannya  ya gitu deh, tahu sama tahu. Kog jadi curiga, bisa jadi pelaku sebenarnya malah aman dan mengorbankan pihak lain yang lemah, tidak punya back up kuat, baca pelindung bintang di belakangnya.
Brigadir dua, baru empat bulan lulus, kan ilmu yang diperoleh di pendidikan masih sangat segar, belum terlalu terpolusi oleh dunia kerja. Lha kog, keluar barak, mabuk, nginep di hotel pula.  Belum usia  20an ini, apalagi yang sudah 20 tahunan bekerja. Seperti apa buruknya. Ini bukan asumsi kosong, tapi fakta dari kisah-kisah yang ada.
Bagaimana tidak berperilaku seperti Sambo atau Teddy Minahasa yang sudah lebih dari 15 tahun bekerja. Lha ini baru juga empat bulan saja sudah sengaco ini. Kira-kira apa sih yang membuat  kisah-kisah miris ini terjadi?
Feodalisme masih demikian kuat. Merasa paling hebat karena seragam. Lihat yang ngamuk di RS hanya dikatakan sama-sama sekuriti. Kan emang sama, bedanya hanya di pangkat dan bayaran. Sama penjaga keamanan bukan? Apalagi yang sudah berbintang. Lebih ngeri lagi dong arogansi dan perasaan warga negara yang berbeda.
Lihat perilaku Sambo yang sampai saat ini belum terlihat merasa bersalah, masih saja berdalih dan mencari-cari kesalahan almarhum. Padahal jelas sudah membunuh dengan keji, merancang fitnah, membuat banyak anak buah dan yuniornya kacau masa depannya.
Rekruitmen. Suka atau tidak, jujur atau mau ngeles, ada masalah. Gembar-gembor tidak pakai uang itu  sama juga gaungnya dengan desas-desus masuk seleksi, naik pangkat, dapat jabatan itu semua perlu uang. Mosok sih, kalau benar-benar test psikologinya bener, baru selesai empat bulan sudah sengawur itu?