Johnny Plate mendampingi Menko Polhukam mengatakan, kalau grup media MNC dan TV One dihentikan dengan paksa karena sampai tanggal 2 November masih melayani siaran analog. Padahal jauh hari pemerintah sudah menyosialisasikan. Tindakan tegas dan jelas memang perlu.
Pematian televisi analog makin menjadi panas, karena ulah bos media, Harry Tanoe yang terkesan menolak itu. Masyarakat bawah banyak menikmati sajian media milik grup Harry Tanoe. Padahal kalau mau jernih, banyakan iklannya dari pada isi hiburannya. Begitu kog demen.
ASO ini adalah amanat dari UU Ciptakerja. Di mana migrasi dari analog ke digital itu akan membantu berbagai pihak. Negara potensi penerimaan negara bukan pajak meningkat pesat. Lumayan untuk pembangunan.
Penerimaan siaran yang lebih baik, jelas membantu masyarakat mendapatkan hiburan yang lebih baik. Kualitas gambar yang lebih bagus tentu membuat nyaman pemirsa. Â Jelas ini yang memang negara harus hadir.
Potensi kepemilikan media tidak saja untuk kelas elit seperti selama ini karena mahalnya sewa frequensi. Pelaku usaha juga mendapatkan keuntungan, di mana iklan menjadi lebih murah karena banyak media yang mampu menyajikan. Tidak monopoli dan mau tidak mau ya itu. Raja-raja media selama ini kan berkuasa untuk menentukan tarif karena pelaku usaha tidak punya pilihan.
Kreativitas. Digitalisasi membuka kesempatan kreator-krator muda anak bangsa ini untuk bisa eksis dan berkreasi. Kesempatan yang dulu hanya terbatas orang-orang itu saja. Siapa yang bisa masuk televisi kan terbatas. Hanya keberuntungan dulu bisa masuk televisi, dan itu tidak lagi berlaku.
Omnimbus law atau UU Ciptakerja ini sejatinya banyak membantu masyarakat. Memangkas kekuasaan dan kekuatan elit yang puluhan tahun menguasai sebagian gede aset negeri ini. Termasuk frequensi. Lihat kata Prabowo dalam kampanye, berapa persen tanah dikuasi elit negeri ini, dan mereka merasa itu benar dan baik.
Wajar ketika UU Ciptakerja mereka meradang dan memprovokasi masyarakat. Padahal secara hakiki masyarakat malah untung. Keterbatas pengalaman, literasi, dan juga kemauan untuk belajar dimanfaatkan elit yang terusik. Lihat saja 2019 lalu, bagaimana panasnya demo menolak UU Ciptaker.
Isu-isu yang diembuskan adalah menjadikan rakyat kecil menderita. Seperti ASO ini, katanya menyengsarakan rakyat. Padahal Kominfo telah menyediakan alatnya gratis. Lagi-lagi malas membaca, hanya mengandalkan link atau status dari elit yang maunya enak.
Masih berlanjut, usai alatnya beli, mahal, nanti akan sewa ketika televisi digital.  Ini kan provokasi dari elit yang keuntungannya akan direguk oleh banyak pihak. Mereka tidak menjadi  lagi penguasa tunggal.
ASO ini proyek dunia, bukan hanya Indonesia, wapres saja sudah bicara kalau kita ketinggalan. Sejak dua dasa warsa lalu negara lain memulai. Di sini masih alot, ya karena kepentingan elit yang akan berkurang pemasukannya.
Johnny Plate selaku menteri sudah menjalankan amanat UU dan itu benar. Apalagi demi    keadilan sosial. Selama ini negeri ini hanya menang dijargon, antimonopoli, antimafia, tapi faktanya? Semua tentu paham bukan?
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H