Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Teddy Minahasa, dan Momen Polisi Kehilangan Kuasa, serta Perang Bintang

15 Oktober 2022   08:58 Diperbarui: 15 Oktober 2022   09:03 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

polisi ke istana jalan kaki, Detik.com

Teddy Minahasa, dan Momen Polisi Kehilangan Simbol Kuasa, serta Perang Bintang

Belum lama ini terdengar ada Kapolda yang menyita KTA seorang paspamres. Meminta si sersan mengambil KTA ke komandannya, dari bintara meminta jenderal, ini sebuah hal yang menggambarkan betapa arogannya seorang berpangkat di negeri ini. Seperti apa  susahnya orang yang sudah minta maaf. Benar, kondisi itu tidak terekspose dengan sepenuhnya.

Kisahnya yang senada, bagaimana gaya hidup jenderal polisi yang mengenakan baju seharga Rp. 12 juta.  Tentu akan diperlengkapi dengan sepatu, celana, dan biasanya jam tangan dengan harga fantastis.  Bagaimana profil dan gaya hidup seperti itu, padahal presiden saja bajunya sangat biasa.

Keadaan yang masih tetap cukup menghebohkan juga ada di korp baju coklat ini. Ketika ada  jenderal yang mengupaya skenario atas kematian bintara dengan menjadikan tamtama tumbal utama. Sampai saat ini menjelang sidang perdana masih mencoba mencari alibi dan menjadikan tamtama sebagai pelaku yang memukul dengan berlebihan.

Pengacara Ferdy Sambo mengatakan, jenderal itu hanya memerintahkan menghajar, tidak membunuh. Berbeda dengan skenario awal adanya baku tembak. Si tamtama lebih konsisten dari pada si jenderal yang hampir selalu berubah-ubah, yang pasti mencari selamat sendiri.

Teddy Minahasa

Ditangkap dengan dugaan perdagangan narkoba. Menarik, karena ia jenderal yang cukup sengit untuk menjadikan Sambo sebagai sansak, ketika mendesak penegak hukum dan juga publik mengungkap jaringan judi yang ditengarai ada Ferdy Sambo di sana. Tidak perlu waktu lama sama-sama bintang dua tertangkap koleganya sendiri.

Hal yang cukup bagus bagi perbaikan citra polisi. Usai dugaan perdagangan narkoba  dan juga mungkin perjudian, siapa tahu nanti ada juga kisah porstitusi, perdagangan manusia, atau terorisme dan gerakan ideologi yang akan satu demi satu dibongkar. Keberanian membuang kanker di tubuh Polri itu penting. Jangan di anggap biasa-biasa saja.

Tiji Tibeh.

Pola penyelesaian konflik yang seolah tidak ada atau tahu sama tahu model demikian sangat membantu. Saling melindungi seolah api dalam sekam. Hanya karena ada kesamaan kepentingan, keamanan masing-masing, akhirnya saling bungkam. Mode mendesak begini akhirnya malah menguak borok masing-masing.

Publik tentu masih ingat ketika Bareskrim dikepung anggota dari Divisi Propam, ketika Ferdy Sambo mau dijadikan tersangka dan ditahan. Berbeda ketika sudah ada keputusan pencopotan dan sidang etik gejolak itu tidak ada. Sepi dan  selesai dengan sangat biasa.

Jokowi Memanggil Polisi ke Istana

Publik demikian senang dan bergairah, ketika Kapolri, Kapolda, Kapolrestabes, Kapolresta, dan Kapolres, dari bintang 4 sampai melati dua dipanggil masuk istana. Cara masuk dan uniform mereka yang membuat publik senang. Pelucutan atribut kekuasaan, topi dengan simbol pangkat, tongkat komando, dan juga mereka harus jalan kaki, naik bus bersama-sama, dan tanpa membawa apapun selain alat tulis dan buku catatan.

Jokowi, pemerintah, itu diperlengkapi instrumen, alat kelengkapan untuk bisa tahu semua hal dan itu legal. Siapapun tidak bisa bersembunyi dan berkelit di hadapan alat-alat negara itu. Tentu sudah ada nasihat keamanan bahwa polisi sedang ada masalah besar. Perlu tindakan superkuat dan besar untuk menangani ini.

Semua sama di mata negara, tidak ada bintang atau sekadar strip  merah, bharada dan jenderal bintang empat itu sama di muka hukum. Yang membedakan fungsi, peran, dan tanggung jawab tentunya. Harga nyawanya sama.  Di muka hukum sama. Namun, apa yang terjadi selama ini kan tidak demikian.

Rekruitmen dan jenjang karir

Tentu saja ini hanya akan didengar oleh kalangan bawah tanah. Desas-desus yang susah untuk ada pengakuan atau juga pernyataan yang resmi. Uang bicara di dalam setiap jenjang mau masuk, naik pangkat, dan naik jabatan. Ini menjadi lingkaran setan untuk bisa memiliki korp bhayangkara yang bersih benar-benar  bersih.

Isu bahwa ada pemukulan, kekerasan, dan bahkan kematian di akademi kepolisian bukan barang baru. Cek saja di media digital akan dengan mudah ketemu hal demikian. Apakah  korban mendapatkan keadilan dan si pelaku masuk bui dan dipecat? Belum tentu.

Bagaimana bisa menjadi pejabat yang baik, petugas negara yang mumpuni, jika dari mulai masuk, di dalam, dan juga bekerja dengan sistem yang amburadul. Seleksi dengan KKN dan suap, naik pangkat dan jabatan dengan koneksi dan uang. Susah melihat jenjang karir dengan prestasi.

Konsolidasi demi 24 juga menjadi penting. Bagaimana keluarga besar polisi itu juga sangat besar dampaknya. Ingat menjelang pilpres 2019 bergentayangan istri-istri militer ternyata pendukung ormas terlarang HTI dan kelompok terlarang lainnya.  Ini penting, masa depan negara  menjadi taruhan jika tidak ada aksi bersih-bersih secara besar-besaran.

Keberanian Jokowi itu penting. Apakah ini barang baru? Jelas tidak. Upaya pembenahan polisi itu tidak kurang-kurang. Lihat saja cicak buaya, atau polisi gendut di era lampau yang hilang bak ditelan bumi. Semua seolah baik-baik saja. Padahal sejatinya tidak demikian.  Kini, satu   demi satu terkuak dan muncul ke permukaan.

Sikap tanggung jawab yang sangat rendah. Lihat saja, tanpa merasa bersalah, jenderal menyusun skenario dan membuat anak buah dan koleganya kehilangan masa depannya, masih saja berkelit. Ngeri, level dasar saja tidak bisa.

Taat komitmen sangat rendah. Lihat dasar negara jelas Pancasila. Toh pejuang ideolog lain masih demikian banyak. Termasuk maling anggaran dan gaya hidup mewah tidak tahu asalnya dari mana.

Tidak punya urat malu. Di atas jelas sudah tersebutkan. Masih ada, bagaimana mereka bergonta-ganti mobil, rumah, pakaian mahal padahal gajinya jelas tidak akan cukup. Toh mereka masih saja gagah dengan gaya hidup demikian.

Perang bintang yang akan menjadikan sinarnya makin cemerlang. Selama ini redup karena banyak kepentingan pribadi dan kelompok yang tidak sejalan dengan visi negara. Masihkah akan ada kisah baru yang lebih mencengangkan?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun