Johnny Plate, Judi Online, dan "Korban" Sambo
Menarik apa yang terjadi dengan tragedi di rumah dinas Kadiv Propam. Tentu bukan soal tragedi dan juga pembunuhannya, namun bagaimana efek samping dari kejadian tersebut. Polri tentu saja gerah dengan tekanan dari berbagai pihak, presiden sampai empat kali memberikan perintah sangat keras dan lugas baru terlaksana.
Begitu banyak isu, narasi, dan juga akhirnya  kepingan fakta yang satu demi satu muncul. Ditambahi juga tingkah pengacara korban yang seolah pansos membuat panas keadaan. Disinyalir ia adalah pengurus sebuah parpol. Pantes jauh lebih banyak hal sensasional dari pada yang sangat esensial mengenai hukum.
Narasi dan opini  dari media sosial yang cukup menyeruak adalah dugaan adanya "perlindungan" bagi para pemain judi. Pemain dalam hal ini adalah operator, juga  petaruh yang ikut meramaikan itu.  Isu yang cukup memanaskan telinga korp polisi.
Kapolri memerintahkan penindakan dengan tegas judi apapun bentuknya, mau online ataupun offline. Â Aksi yang cukup sigap, Polda-Polda langsung menjadi pembicaraan telah menangkap berapa pemain judi ini. Sebagai sebuah upaya sih baik, minimal bahwa penegakan hukum bisa dilakukan. Apakah benar-benar efektif? Itu masih perlu evaluasi lebih lanjut.
Johnny Plate selaku Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan, bahwa jajarannya kerja 24 jam per hari dan tujuh hari per minggu, untuk melakukan patroli dan pemblokiran situs-situs judi. Mati satu tumbuh seribu seumpamanya. Melakukan penonaktifan  hari ini, besok sudah ada lagi yang baru.
Tekanan yang Johnny Plate berikan itu masukan bagi Kapolri, penegakan hukum pada para pelakunya. Hukuman untuk mereka-mereka yang terlibat. Ada mekanisme, ketika sekadar software, atau aplikasi ditutup masih bisa buka lagi. Efek jera tidak ada sama sekali. Â Pemainnya sebenarnya sama saja kog, yang itu-itu juga.
Padahal, menurut hemat saya, biar saja judi ada, legal sekalian, pajak sangat tinggi, seperti halnya rokok atau minuman beralkohol. Kan tidak ada salahnya. Soal agama, kurang agamis apa Malaysia, toh mereka juga membuat aturan judi sebagai hal yang legal. Lokalisasi itu menjadi penting.
Dampak dengan menduanya sikap illegal bagi judi ini sebenarnya adalah sebagai berikut;
Bicara agama, moral, dan kebaikan, karena judi adalah kejahatan, namun korupsi alias maling, menyuap, memalak dengan dalih agamis pun masih demikian marak. Masih lumayan judi dari pada korupsi, karena tidak merugikan pihak lain, uang-uangnya sendiri, bukan maling uang negara dan rakyat.
Aneh dan lucu dalih soal agama, wong faktanya maling anggaran kitab suci saja masih berani, tapi judi sok dianggap pelanggaran berat. Â Pola pikir dan logika yang kebaik-balik sebenarnya. Aneh dan lucu. Â Â Â
Dalih lagi lagi menggunakan istilah agama namun melakukan pengamanan dan juga pemalakan pada aktivitas kejahatan yang lain, termasuk judi, prostitusi, atau penjualan miras. Lagi-lagi ini aneh dan ajaib. Bagaimana sisi moral yang munafik seperti ini?
Pelaku perlindungan dan juga pemalakan ini sangat terbuka juga penegak hukum. Mengapa? Â Karena budaya suap untuk naik pangkat, untuk mendapatkan jabatan itu sangat kuat aroma uang. Jangan kaget, kala semua cara digunakan untuk menyokong jabatan dan pangkat yang harus diperoleh.
Aaroma menguar kuat tapi susah dibuktikan, kehendak baik yang mampu menjadikan semuanya transparan, jika mau. Namun apakah bisa? Nanti paling-paling kedoknya adalah bicara terminologi agama, padahal sekadar dalih untuk melindungi tambang emasnya untuk memperkaya diri dan kelompok.
Lokalisasi tempat perjudian, sehingga tidak sembarang tempat dan orang bisa menjadi pemain. Ini penting sehingga menjadi ajang hiburan, bukan menjual mimpi bagi orang-orang kecil yang terlena dengan cara menaikan derajat hidup dengan berjudi. Berkaca dari Malaysia dan Singapura, toh warga sini banyak yang lari ke sana demi bisa berjudi. Â Uang lari ke luar bukan?
Kesadaran. Ini memang spiritualitas tingkat tinggi. Tidak banyak larangan dan aturan, namun memiliki kesadaran untuk bisa tahu diri, tidak reseh dengan keyakinan dan pilihan pihak lain. Nah, setali    tiga uang dengan judi ngamuk tapi nyolong masih jalan. Kalau beragamanya baik, sebenarnya enggan berjudi.
Bisa diartikan bahwa mutu beriman atau beragamanya sangat rendah. Suka atau tidak itu fakta yang memalukan. Orang beriman mendalam itu melihat uang bukan miliknya tidak akan diambil. Lha ini nyatanya merancang untuk nyolong uang negara. Â Berteriak judi itu buruk, tapi merancang maling uang rakyat. Munafik.
Lingkaran setan, legalisasi judi membuat obyekan aparat jauh berkurang. Â Jangan-jangan yang teriak-teriak moral itu juga menerima upeti dari sana? Jika iya kan ngeri.
Sebenarnya dengan pemblokiran dan juga ilegalnya judi membuat aktivitas itu jauh lebih marak dan bawah tanah, itu yang menjadi kesempatan bagi pihak tertentu untuk mencari keuntungan. Â Model demikian yang dianggap sebagai religius itu? Memalukan.Â
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H