Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

9 Kejanggalan Polisi "Saling Tembak", dan Irjend Sambo

19 Juli 2022   10:47 Diperbarui: 19 Juli 2022   11:58 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9 Kejangalan Polisi "Saling Tembak, dan Irjend Sambo

Beberapa hari ini masih begitu riuh rendah dengan pembicaraan mengenai "drama"di rumah jenderal polisi aktif. Bertebaran ledekan, meme, polisi menembak polisi, di rumah polisi, diperiksa polisi.  Hal yang sejatinya hendak mengawal bahwa kasus ini bisa selesai dengan baik, siapa korban, siapa pelaku, atau mungkin ada dalangnya bisa diselesaikan dengan semestinya.

Kejadian sudah relatif lama, namun prosesnya seolah sangat lamban. Penonaktifan si pejabat sudah tepat. Mau bilang terlalu pelan juga susah. Intrik dan trik di atas tentu sangat besar. Bagaimanapun organisasi segede ini, tidak akan mudah lepas  dari kepentingan politik dan kepentingan strategi untuk bisa mendapatkan sesuatu.

Beberapa hal yang cukup janggal untuk kasus ini adalah;

Satu, tiga hari baru ada pernyataan resmi. Usai kejadian. Lebih lama lagi tidak bisa karena si tertembak, mau terduga, korban, atau pelaku, apapun statusnya, jenazah perlu dikuburkan. Ini waktu maksimal yang bisa ditoleransi untuk mengatakan apa yang terjadi.

Berseliweran tudingan dan tuduhan, bahwa tiga hari itu untuk menyiapkan skenario atau apalah. Hal yang wajar. Lembaga yang langsung berhadapan dengan publik tentu mendapatkan sorotan yang sangat besar.

Kedua, Bharada, mentok empat tahun menjadi prajurit kepolisian, namun begitu jitu menembak semua peluru mengenai sasaran. Cukup aneh, karena yang di hadapi adalah brigadir, jelas lebih senior, malah tidak ada satupun peluru yang tepat sasaran. Ini jarak dekat, asumsinya sesuai pernyataan resmi polisi, di dalam rumah. Segede-gedenya rumah, toh tidak mungkin ratusan meter.

Ketiga, untuk menunjukkan prajurit ini jitu dalam menembak, dikatakan ia adalah instruktur menembak. Apa iya dan kapan bisa mencapai taraf mahir dan menjadi instruktur dengan pangkat paling dasar seperti itu? Bisa jadi       sangat luar biasa, berangkat dari atlet menembak, atau apapun itu. Bisa dong polisi membeberkan latar belakang prajurit jempolan ini, sehingga menjadi instruktur.

Keempat. Brigadir, ajudan, dan tentunya sangat sigap dong dalam menembak. Mosok kalah dengan yang jauh lebih junior dan pangkatnya berbeda jauh begitu. Semua pelurunya meleset. Lha bagaimana tugas perlindungan jika demikian, terjadi apa-apa dengan sang jenderal. Kemampuan menembak yang sangat parah bukan?

Kelima, ajudan berpangkat rendah dibandingkan jenderal, sudah dua tahun, apa iya berani melecehkan istri atasannya, di rumah pula. Sangat kecil kemungkinan berani berbuat demikian, apalagi ini di budaya timur yang sangat besar rasa feodalismenya. Memang bukan tidak mungkin, tetapi sangat lemah argumen yang disampaikan.

Keenam. CCTV mati. Dua minggu menurut pengakuan sebagaimana dinyatakan resmi polisi. Lagi-lagi aneh, begitu vital sekarang kamera ini. Selain vital, juga murah kog. Sisi keamanan, juga sisi lainnya sangat penting keberadaan kamera di rumah pejabat itu. Siapa saja yang datang, mereka mengapa, bisa jadi kan ada suap, godaan dari mana-mana berkaitan dengan jabatannya.

Bagaimana mungkin hal yang sederhana, murah pula seperti ini abai bagi jenderal bintang dua lho. Apa iya sereceh itu pengamanan dan amatan untuk petinggi polisi?

Ketujuh, berkaitan dengan pernyataan keluarga    almarhum bahwa luka-lukanya banyak yang bukan karena luka tembak. Bisa jadi ada penganiayaan, sayatan, dan sejenisnya. Polisi perlu memaparkan ini dengan gamblang, karena informasi yang beredar sangat bertolak belakang. Patah tulang sepele dinyatakan jatuh bisa. Lha luka sayat?

Penting agar semua terbuka dengan sangat jelas. Semua mendapatkan porsinya. Jangan sampai korban menjadi pelaku, dan si jahat malah tetap hidup tanpa ada hukuman apapun itu. keadilan harus tegak.

Kedelapan. Bharada memegang senjata level perwira tinggi. Ini sih bisa apa saja alasan yang dikemukakan, yang di sekitar TKP senjata sang jenderal, atau apapun. Lagi-lagi polisi perlu menjabarkan ini dengan sangat     gamblang. Sekali lagi agar semuanya terbuka dan jelas.

Terlalu banyak negeri ini berisi drama tak berujung. Papa minta saham, pembukaan hutan, minyak goreng, pembunuhan yang mengakibatkan Antasari Azhar terpecat, Hambalang, Munir, kisah 65, 98, dan banyak lagi yang menguap begitu saja.

Kisah-kisah kekerasan bahkan kematian di lembaga-lembaga kedinasan, atas nama pendisiplinan, dan menguap begitu saja. Jangan sampai bahwa kekerasan bahkan pembunuhan itu sudah "mendarah daging" dalam jiwa mereka. Berapa banyak yang mati di tangan senior mau di akpol, atau sekolah lain?

Kesembilan, di tengah narasi yang meliar ke mana-mana, eh malah dewan pers mengeluarkan pernyataan yang cukup aneh, berita yang patut dirujuk adalah pernyataan resmi dari polisi.  Bagaimana peran media mengawal ini justru penting, namun malah seolah ikut arus. Bagaimanapun ini semua berkutat dengan polisi, pemeriksaan pasti polisi, padahal kejadian di rumah polisi, pelaku dan korban tembak menembak juga polisi.

Ketika hanya mengutip satu saja pernyataan menjadi aneh. Lihat  saja begitu banyak kejanggalan yang terjadi di dalam pernyataan awal. Jika analisis di luar polisi dianggap tidak valid, wah bisa bahaya.

Apakah ini sebuah upaya pembentukan opini dan mempersempit kemungkinan adanya amatan lain? Jangan salah,  ini zaman modern, media arus utama diam dan terdiam, media sosial bisa menjadi alternatif.

Malah sebenarnya ini bumerang. Media sosial itu tidak ada filternya, malah bisa meliar ke  mana-mana. Larangan ataupun anjuran itu malah membuat tanda tanya yang sangat besar.

Perlu kerendahan hati, kejujuran, dan kehendak baik yang sangat besar, agar semua jelas kedudukan masing-masing. Kadang jabatan, pangkat, dan juga kuasa membuat semua seolah baik-baik saja. Dengan keberanian membuka ini mungkin akan mencoreng muka masing-masing pihak, namun bagi lembaga, institusi, dan juga bagi kehidupan bersama akan lebih baik. Ini jauh lebih penting, dan itu sudah seharusnya terjadi.

Jangan sampai hadiah ulang tahun Polri malah rekayasa yang menjadikan pihak lain korban. Sayang jika demikian.   Organisasi ini jauh lebih penting dari pada  orang per orang. Ini yang harusnya menjadi landasan berpikir dan menyelesaikan masalah.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun