Lima. Satu-satunya perempuan yang telah menjadi ketua dewan dan akan menjadi presiden. belum pernah ada. Megawati saja tidak. Ini lagi-lagi sejarah.
Toh, kekuatan-kekuatan itu juga akan ada kelemahan.
Pertama, narasi pemimpin perempuan yang menjadikan Megawati gagal mempertahankan kursi kepresiden dan dipecundangi mantan menterinya jelas sebagai senjata yang masih dan akan sangat murah meriah. Megawati yang mengandeng ketum NU saja susah keluar dari narasi pemimpin harus laki-laki.
Kedua. Puan terlalu pendiam, tampil pun dengan kesan norak, murahan, dan tidak cerdas mengemas kekuatan yang ada. Loyalisnya pun    hadir malah mencela kader yang lebih potensial. Membangun diri dengan merontokkan bangunan lain jelas bukan prestasi yang membanggakan.
Padahal sangat mudah membangun citra diri di masa digital ini. Sayang  bahwa penasihat politiknya tampak tidak cukup mampu menggoreng dan menaikkan nama Puan secara baik, tanpa perlu sekaligus merendahkan kompetitor.
Ketiga, kader, militansi PDI-P tidak cukup besar untuk membawa Puan menjadi presiden. Jokowi yang membuat PDI-P lebih gede, bukan sebaliknya. Ini fakta yang benar-benar terjadi. ingat PDI-P menang dua kali namun Mega tidak menjadi presiden dalam dua kali pilihan. Melalui MPR dia kalah, pemilihan langsung juga.
Artinya suara PDI- P tidak linier ketika berkaitan dengan pilpres, apalagi calonnya tidak cukup menjanjikan. Lebih baik PDI-P realistis.
Keempat. Puan terlalu pendiam, tanpa aksi nyata baik di kementrian ataupun di dewan. Coba ia bisa   membuat dewan rajin. Yang bolos dua kali SP, tiga kali pecat dan DPR RI yang berkelas, bukan sama saja tanpa adanya ketua.
Isu-isu nasional juga ia gagap dalam merespons. Padahal inilah saatnya membangun citra diri. Toh memiliki dana dan kader yang sangat melimpah. Sayang tidak menggunakan itu. Malah memakai cara menyerang kompetitor bak babi buta. Padahal begitu banyak hal baik yang bisa dibangun untuk menaikan citra dan gambaran diri.
Doktor HC, padahal ia masih cukup muda untuk meraih gelar doktor reguler. Akan jauh lebih cakep dan tepercaya dengan gelar doktor tanpa embel-embel honoris causa. Tidak ada sepuluh tahun juga bisa mendapatkannya. Masih sangat cukup energi dan sumber-sumber daya yang bisa dimaksimalkan.
Lima, narasi PDI-P no, adalah ungkapan bagaimana cara pandang publik pada partai banteng mocong putih ini.  Perlu keberanian  untuk melihat realitas. Saatnya keluar dari sangkar emas yang seolah-olah gemerlap itu. Begitu  indah dunia ini, sangat luas dan kaya raya, mengapa hanya berkutat di dalam ruang sempit meskipun mewah?