Kita, negeri ini termasuk di dalamnya. Â Padahal, indek literasi digital negeri ini ada pada angka 3.46 dari skala 5. Masih lumayan meengah ke atas. Â Namun masih jauh dari kata baik. Wajar ketika Komindo dan Johnny Plate bersikukuh untuk meningkatkan literasi digital ini dengan berbagai cara.
Gerakan Nasional Literasi Digital, GNLD, program sejak 2017 inipun masi terlalu jauh dari gaungnya. Masih demikian marak pemberitaan mengenai penipuan dan pembohongan publik. Memang suka atau tidak, karena budaya baca bangsa ini masih terlalu lemah.
Verifikasi sebuah data, informasi, atau link itu sangat penting. Jadi tidak asal membagikan demikian saja. Generasi-generasi 60-70an, yang masih baru memegang gadget dan juga mengenal internet sering berbagi konten yang tidak sepenuhnya benar.  Dunia maya demikian   banyak pemain, ada apa di balik sebuah postingan yang demikian gencar.
Motifnya ada, uang, politik, atau mau mengacaukan keadaan. Nah, banyak orang yang tidak paham akan hal-hal demikian.  Padahal demikian  banyak hal demikian mengisi internet. Data oleh We are Social dan Kepios menyatakan mencapai 80.1 % orang berselancar di dunia maya itu untuk mendapatkan informasi.
Kominfo menyatakan, sepanjang 2021 ada 1733 konten misinformasi dan disinformasi. Dominan adalah soal covid 19. Apa itu info mis dan disinfomasi? Ada tujuh (7) klasifikasi, yaitu satire/parodi, konten palsu, konten tiruan, Â konteks yang salah, konten yang dimanipulasi, dan koneksi yang salah.
MAFINDO memberikan klasifikasi menjadi  tiga jenis informasi di sana. Pertama, konten yang menyesatkan, kedua konteks yang salah, dan ketiga konteks yang salah.
Itu semua bercampur baur menjadi satu. Nah, kecerdasan digital hanya bisa diperoleh dengan edukasi atau literasi digital. Apalagi menjelang tahun politik, sangat mengerikan apa yang akan terjadi.
Black campaign atau bad campaign sangat mungkin terjadi. Lha tanda-tandanya saja  sudah mulai. Mendeskreditkan calon potensial dengan berita atau data palsu itu jelas sangat buruk. Biasanya minimal agar aman dari jerat UU ITE dengan narasi  menyembunyikan separo data, sehingga seolah-olah si tokoh itu pelaku keburukan.
Literasi digital itu sangat penting, bukan semata demi menghindari penipuan, namun juga agar tidak terjebak memilih kucing dalam karung yang dipoles oleh dunia digital. Itu sudah di depan mata, agar menjadi kewaspadaan bersama.
Terima kasih