Aneh dan ajaib, bisa begitu cepat, atau karena  menyangkut isu sensitive, soal istilah agamis yang merasa akan hilang. Padahal Mendiknas sudah menyatakan itu ada pada bagian penjelasan.  Artinya ini masih sangat dini, belum apa-apa, apalagi ternyata ada pada bagian penjelasan.
Masalahnya adalah mengapa  begitu cepatnya?
Ada istilah agamis yang sangat menjual secara politik. Ingat ini sudah menjelang tahun politik. Apapun akan disantap bak lele melihat kotoran. Apapun akan dijadikan gorengan dan pembahasan sekiranya membuat partai dan politikus bersangkutan bisa tenar.
RUU PD diharapkan rakyat dan pemerintah namun tidak membawa dampak olitis bagi mereka. Ini lh masalahnya, bagaimana kerja politik yang sarat  kepentingan dan tidak punya malu lagi. Seharusnya sama, minimal akan mendekati sama.
Benar bahwa politik itu kepentingan, tetapi tidak sekasar itu juga. Apa bedanya dengan fasisme jika demikian?
Apa yang dipindah itu menyangkut yang berbau agama. Padahal sangat mudah menjadi bahan bakar, tidak perlu naik seperti pertamax bisa murah meriah membakar massa. Hal yang sangat jeli untuk mengobarkan kebencian.
Hal yang bertolak belakang dengan UU PDP, di mana para pelaku ini, yang giat dalam membakar massa juga memalsukan dokumen dan identitas, sangat mungkin  mereka akan terjerat dengan keberadaan UU yang baik ini.  Artinya sangat merugikan mereka.
Bayangkan, jika kinerja dewan itu segesit, secepat, dan seresponsif mengenai pemindahan kata atau istilah madrasah, wah negara ini akan maju sangat pesat. Apa yang direspons cepat itu sebatas kesamaan dalam kepentingan dan sangat potensial membuat kisruh saja. Hal yang normative, tidak akan membawa kebaikan bagi mereka, mana mau.
Sama juga dengan anggaran korden rumah anggota dewan, hampir 100 juta per rumah. Bayangkan, itu bisa menjadi rumah bagi masyarakat kebanyakan. Perasaan mereka sangat tumpul jika bicara kepentingan rakyat dan keinginan mereka.
Mengenai pembicaraan RUU juga setali tiga uang. Miris, belum lagi mereka hanya teriak dan rebut tanpa sekalipun membuat inisiatif. Mereka bukan legislator, hanya tukang stempel semata. Kelihatan tidak punya kemampuan, selain hanya maido kerja pemerintah.
Semoga dengan kecepatan merespons rencana RUU Sisdiknas ini juga membuat panja dari pembahasan RUU PDP menjadi terlecut dan menghubungi Johnny Plate yang sudah menggebu-gebu. Jangan sampai nanti rakyat dan public menilai pemerintah yang lalai atau lelet lagi.