Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menggebunya Johnny Plate Mengenai RUU PDP, Bagaimana Panja dan Komisi I?

26 Maret 2022   09:16 Diperbarui: 26 Maret 2022   09:25 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi DPR: Suara.com

Menggebunya Johnny Plate Tidak Diimbangi DPR Bahas RUU PDP

Salah satu target RUU sejak 2020, mundur 21, dan bahkan hingga habis bulan ketiga, belum ada titik terang. Semangat menggebu dari pemerintah, dalam hal ini Menkominfo Johnny Plate, sebagaimana media menuliskan, kapan pun rapat kami siap, bagaimana panja yang dibentuk komisi I menggarap ini.

Pemerintah sangat serius menyelesaikan rancangan ini. Hal yang sangat penting dan mendasar bagi hidup bersama. Wajar ketika banyak tudingan ada kepentingan ketika sebuah rancangan undang-undang itu di dewan menjadi sebuah proyek. Pilih-pilih bahasan menjadi sebuah isu yang sangat santer menjadi pembicaraan bisik-bisik.

Pihak pemerintah, Menkominfo mengatakan, jika terjadi kemandegan karena belum sepakatnya, siapa yang memegang otoritas pemyimpan data. Hal yang sejatinya, bukan sebuah masalah gede. Namanya juga taman kanak-kanak, meminjam istilah almarhum Presiden Gus Dur.  Jauh lebih terasa adalah kepentingan.

Bisa membayangkan, betapa ribetnya menghadapi kerja orang-orang di Gedung Kura-kura. Johnny Plate itu politikus, lama di gedung yang sama, mereka kolega lama, dukungan partainnya juga relatif cukup punya suara, begitu saja susah minta ampun. Bagaimana jika bukan orang politik?

Publik sudah berharap bahwa UU ini lekas jadi. Pengalaman Deni Siregar yang datanya dibocorkan oleh oknum karyawan demi syahwat afiliasi politik  dan ideologi itu sebenarnya menjadi kunci bahwa produk ini sangat mendesak dan penting.

Warga negeri ini, lebih banyak yang ngaco, tidak taat azas dan amanah. Data kita sering dengan mudah dibagikan, sangat mungkin gratis pula. Bayangkan jika itu  ada uangnya. Di sekelilig kita banyak kog beredar dan saling berpindah tangan mengenai data pribadi kita. Penjual pulsa itu sangat abai mengenai nomor polsel kita. Ketika beli menuliskan dalam buku, sangat mungkin itu akan ada yang memanfaatkan.

Marketing dalam banyak jenis, bank, kendaraan, koperasi, sangat mungkin bertukar data klien atau konsumen mereka, tanpa mereka merasa bersalah. Biasanya sih ada imbal balik di sana.

Belum lagi, jika itu adalah pusat data. Sikap bertanggung jawab dan penuh amanah itu masih sangat rendah. Perlindungan dengan UU menjadi sebuah terobosan agar masyarakat dan pemangku kebijakan tidak seenaknya sendiri dalam menyebarkan data yang masuk pada ranah privat.

Masalahnya adalah, masyarakat sudah terlanjur menganggap biasa saja. Peminjaman KTP yang menunjukkan kartu identitas diri itu sangat biasa. Padahal di era modern seperti ini, NIK sangat mungkin adalah akses untuk masuk dalam banyak segi kehidupan. Bank, asuransi, applikasi banyak media juga    perlu hal demikian.

Komisi I dan panja ini layak dipertanyakan, pembicaraan dua tahun, tidak selesai-selesai, bahkan pimpinan dewan sendiri, melalui wakil ketua dari Geridra, Sumi Dasco mengatakan, mereka juga ingin cepat-cepat. Sebagaimana kehendak pemerintah, dalam hal ini Kominfo, Johnny Plate. Ada apa dengan panja yang seolah tidak beranjak.

Fakta lapangan menghendaki bahwa UU ini benar-benar sudah bisa dijadikan perlindungan bagi masyarakat, agar tidak was-was. Pemerintah, sebagaimana kata menteri, sangat menggebu-gebu untuk golnya RUU yang satu ini.

Jelas bahwa masalah ada di panja, bukan pemerintah, pun bukan dewan. hanya di panitia kerja saja.  Padahal ini jelas menjelang Puasa, kemudian lebaran, praktis April Mei itu tidak akan ada hasil yang bisa diharapkan dari dewan.

Pemerintah lari dengan kecepatan F-1 kalau dewannya masih naik  keledai ya sama saja.  Ini soal kehendak. Masalah memang anggota dewan itu banyak, tetapi yang benar-benar mampu dan mau bekerja baik, saya yakin tidak banyak. Berapa sih RUU yang ditargetkan dan yang bisa menjadi UU? Itupun banyak yang inisiatifnya dari pemerintah. Dewan tukang stempel semata, namun banyak gaya.

Semua memang masih perlu dihadapi. Namanya juga masih sebuah proses berdemokrasi, apalagi usai puluhan tahun dewan hanya sebuah lembaga pantas-pantas, tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan dan kerjakan. Masih diperparah dengan eforia dan sok oposan yang hanya sekadar berbeda.

Harapan baik untuk bisa tetap lebih baik layak dijadikan pedoman dalam hidup bersama. Semua akan lebih baik akhirnya.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun