Masalahnya adalah, masyarakat sudah terlanjur menganggap biasa saja. Peminjaman KTP yang menunjukkan kartu identitas diri itu sangat biasa. Padahal di era modern seperti ini, NIK sangat mungkin adalah akses untuk masuk dalam banyak segi kehidupan. Bank, asuransi, applikasi banyak media juga   perlu hal demikian.
Komisi I dan panja ini layak dipertanyakan, pembicaraan dua tahun, tidak selesai-selesai, bahkan pimpinan dewan sendiri, melalui wakil ketua dari Geridra, Sumi Dasco mengatakan, mereka juga ingin cepat-cepat. Sebagaimana kehendak pemerintah, dalam hal ini Kominfo, Johnny Plate. Ada apa dengan panja yang seolah tidak beranjak.
Fakta lapangan menghendaki bahwa UU ini benar-benar sudah bisa dijadikan perlindungan bagi masyarakat, agar tidak was-was. Pemerintah, sebagaimana kata menteri, sangat menggebu-gebu untuk golnya RUU yang satu ini.
Jelas bahwa masalah ada di panja, bukan pemerintah, pun bukan dewan. hanya di panitia kerja saja. Â Padahal ini jelas menjelang Puasa, kemudian lebaran, praktis April Mei itu tidak akan ada hasil yang bisa diharapkan dari dewan.
Pemerintah lari dengan kecepatan F-1 kalau dewannya masih naik  keledai ya sama saja.  Ini soal kehendak. Masalah memang anggota dewan itu banyak, tetapi yang benar-benar mampu dan mau bekerja baik, saya yakin tidak banyak. Berapa sih RUU yang ditargetkan dan yang bisa menjadi UU? Itupun banyak yang inisiatifnya dari pemerintah. Dewan tukang stempel semata, namun banyak gaya.
Semua memang masih perlu dihadapi. Namanya juga masih sebuah proses berdemokrasi, apalagi usai puluhan tahun dewan hanya sebuah lembaga pantas-pantas, tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan dan kerjakan. Masih diperparah dengan eforia dan sok oposan yang hanya sekadar berbeda.
Harapan baik untuk bisa tetap lebih baik layak dijadikan pedoman dalam hidup bersama. Semua akan lebih baik akhirnya.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H