Kala saya membagikan postingan video ikan koi saya di media sosial, banyak rekan yang mengatakan, asyik kui, apalagi kalau pas udah gede dan datang pas kita beri makan. Itu berbulan lalu. Kini, keadaan itu sudah menjadi nyata. Asyik, lelah beraktifitas dan ngetik, datang ke kolam atau aquarium dan melihat mereka datang meminta makan.
Jadi seger, kembali fokus pada pekerjaan. Ikan koi membawa kesegaran, bisa jadi benar. Berbeda dengan kisah yang dituturkan pada media online.
Si penutur mengatakan, kalau memelihara koi itu membuat stres. Mengapa demikian?
Ia mengatakan, setiap saat cemas akan keberadaan ikannya. Jangan-jangan mati, ia selalu memperhatikan dengan saksama keadaan ikannya. Bagaimana gerakan ikannya, apakah sehat, atau malah menunjukkan gejala sakit.
Selalu ia temukan ada saja yang tidak biasa. Renangnya kenceng yang artinya stres. Atau malah hanya diam saja. Atau sisiknya bermasalah. Satu demi satu berpindah ke kolam karantina. Penyehatan yang berujung kematian.
Setiap  kali demikian, berkali ulang  ia beli lagi dan tragedi yang sama terjadi.   Berjuta-juta untuk membeli ikan, pengobatan, dan waktu yang ia  sediakan bukannya mengurangi stres, malah menambah masalah, karena sang istri mulai tahu harga ikan yang mati itu.
Menarik untuk dilihat lebih dalam lagi, mengapa memelihara koi membawa stres?
Fokus dari penulis itu hanya pada koinya tidak baik-baik saja. Afirmasi negatif, konsentrasi, fokusnya, pada ikannya tidak sehat, perlu perawatan, dan seterusnya. Padahal keberadaan koi itu luar biasa banyak keelokannya. Â Karena konsentrasinya, ikannya tidak baik, tidak semestinya, ya terjadi demikian.
Padahal melihat warna ikan koi itu sebuah keasyikan, belum lagi cara berenang mereka. Kala berebut pakan dan cara melihat mereka berebut perhatian untuk lebih dekat dan mendapatkan pakan terlebih dahulu.
Usai kenyang mereka akan pergi begitu saja dan itu terlihat anggun. Bayangkan, ikan sudah indah warnanya, renangnya juga bagus. Bandingkan dengan lele atau nila.