Wadas, Demokrat Kenapa?
Menarik apa yang terjadi dengan kisah Wadas. Bagaimana narasi yang awalnya polisi mengepung masjid dan menangkapi warga, tiba-tiba berbalik arah dan mempertunjukkan hal-hal yang bertolak belakang. Sontak lebih ramai pembicaraan dan narasi politis yang lebih mengemuka.
Persoalan seolah-olah membela kepentingan rakyat, ternyata malah lebih beraroma politik, khususnya kepentingan 2024. Narasi-narasi yang mau disampaikan, lebih kejam dari era Orba dengan menyamakan kasus Kedung Ombo, polisi menyeret masyarakat, masuk ke mesjid, dan menangkapi peserta ibadah.
Glorifikasi melalui media sosial dan pernyataan-pernyataan kader Demokrat makin memperlihatkan siapa di balik itu semua. Â Miris, mau jadi kuda hitam malah jadi kuda lumping. Perilaku ugal-ugalan dengan mendompleng apapun yang ada di depannya.
Bahayanya pemain kuda lumping adalah, mereka ini tidak sadar, karena sedang kesurupan. Nah, pemain politik yang tidak sadar, dan malah melakukan tindakan di bawah tidak sadar kan berabe. Wajar kembali menyerang Demokrat sendiri.
Lagi-lagi Benny Kabur Harman yang tidak cukup jeli melontarkan pernyataan. Bagaimana minta presiden dan gubernur sebagai kader PDI-P yang dipersoalkan, namun abai atau tidak mau tahu keberadaan bupati yang sekubu. Aneh dan lucu, kasus di sebuah desa, namun mau menyeret gubernur dan presiden. lha apa guna bupati jika demikian?
Benny Kabur Harman, dalam waktu yang tidak terlalu lama menyoal pihak lain, namun ternyata rekan separtainya yang menjadi penguasa. Ini cenderung memperlihatkan nalar politiknya cupet, pokoknya serang duluan, mau apa jadinya belakangan.
Pembicaraan proyek  yang sudah cukup lama, namun mengapa tiba-tiba menjadi ramai? Karena kepentingan Ganjar harus dihajar. Jangan lupakan sejarah lebaran kuda yang maunya mendepak Ahok, eh malah AHY yang terlempar sejak dini.
Reformasi Polri dibawa-bawa, padahal tidak tahu mengenai kejadian di lapangan seperti apa. Ini jelas  politikus yang hanya mau melihat apa yang ada di depan mata, tanpa mau tahu apa yang sebenarnya terjadi. menarasikan citra pemerintah dan partai lain buruk, namun abai data-data yang menunjang lainnya terlalu jauh.
Manusia, jangan diseret seperti karung. Lagi-lagi ini adalah ujaran pemantik rusuh semata. Tidak ada faktualisasi dan data yang cukup. Padahal keadaan senyatanya tidak demikian. Tentu orang   akan mengatakan, ini juga kebencian. Komnas HAM yang biasanya saja keras menjadi oposan, kali ini berbeda. Perlu bertanya, ada apa?