Prabowo dan Edi Mulyadi
Berebut Macan Mengeong antaraCukup menarik apa yang Edi Mulyadi nyatakan. Polemik yang hingga hari ini masih cukup panas menjadi pembahasan. Sedikit yang pro, lebih dominan yang kontra. Melibatkan salah satu partai besar. Ketua umum dan juga menteri, dengan kader dan penggemar kelas berat.
Beda jika meenyebut Jokowi, atau Airlangga. Gelombang laporan tidak akan sedemikian gede. Lihat saja laporan KPK untuk Gibran dan Kaesang tidak cukup gede penolakannya. Ini Prabowo dengan Gerindra. Masih ditambah menyentil Kalimantan.
Lebih asyik lagi, mencermati kilah dan silat lidah mereka. Bagaimana mereka mencoba mengelabui publik dengan dalih dan dalil yang makin menmperlihatkan kelucuan. Tudingan Prabowo macan mengeong malah berbalik arah. Kini Edi yang ciut nyali. Belum lagi sikap pendampingnya yang mengatakan monyet dan mengaku untuk dirinya, dan kemudian menyalahkan Edi sebagai pemancing sehingga ia menyebut monyet.
Sikap bertanggung jawab itu ternyata tidak mudah
Suka atau tidak, Ahok masih terdepan untuk sikap bertanggung jawab. Ia menjalani persidangan dan pidana tanpa ribet dan ribut menyalahkan pihak lain. Padahal sangat jelas  apa yang dituduhkan itu sumir. Buktinya jelas, bagaimana Buni Yani juga mendekam di penjara.  Lihat, bagaimana Edi berubah menjadi macan mengeong padahal hal itu ia tuduhkan pada Prabowo.
Tiba-tiba menjadi kucing alim yang kehilangan taring dan cakar, sehingga khas perbuatan  kelompok mereka. Meminta maaf. Mengaku agamis, tetapi hanya lamis. Meminta maaf itu baik, tetapi benar tidak bahwa meminta maaf itu juga mengubah perilaku. Ini poin penting sebagai orang beriman.
Sebuah kisah spritual menuliskan, anak yang biasa marah, oleh bapaknya diberi paku dan palu. Setiap kali emosional hadir, ia harus menancapkan paku pada sebuah papan. Lama-lama anak ini mulai sabar. Si bapak mengubah cara mendidiknya. Kini si anak setiap kali mengalahkan kemarahan kudu mencabut satu paku di papan itu.
Perjalanan waktu memang mengubah si anak menjadi tenang, sabar, dan tidak meledak-ledak lagi. Ia datang kepada bapaknya dan mengatakan, semua paku sudah habis dicabut dan tidak ada lagi paku yang ditancapkan lagi.
Mereka berpelukan dan melihat bersama-sama papan itu. Si bapak dengan hangat mengatakan, apa yang terjadi pada papan itu? bekas paku yang melubangi papan. Keberadaan papan itu tidak sebagus sebelumnya, meskipun sudah dicabut paku-paku yang menancap.
Maaf memang sangat mudah terucap, terutama bagi para pelaku kekerasan dan ujaran kebencian terutama yang merasa mayoritas, pemain politik banyak kawan, dan berseberangan dengan pemerintah.