Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mannequin, Menyembah Berhala, dan Spirit Doll

9 Januari 2022   18:46 Diperbarui: 9 Januari 2022   18:53 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Spirit Doll dan Kebingungan  Publik

Ada anggapan, kalau mereka yang demen adopsi boneka karena kebanyakan doit dan bingung mau diapain. Boleh-boleh saja berpikir demikian. Kalau saya pribadi malah berpikirnya, karena mereka enggan berkreasi lebih lagi, sehingga berhenti pada hal yang irrasional. Padahal China sedang membuat matahari buatan, sudah bisa menyala 17 menit.

Apa yang terjadi di sini, hujatan, ledekan, dan memaki-maki dengan terminologi agama. Lha bayangkan bagaimana membeli boneka untuk menarik rezeki. Lebih ngaco mana?  Teknologi itu tidak bersaing dengan teologi. Toh Tuhan pencipta dari segala yang ada. Tuhan menciptakan dari ketiadaan, creatio ex nihilo. Menciptakan dari yang sudah ada, itu manusia. Mengubah sesuatu.

Keberadaan manusia adalah cocreator, jadi lebih gede kreatornya dong dari yang sekadar co. Namun apa yang terjadi, kadang manusia menjadi lebay dan merasa melindungi Sang Pencipta.

Keberadaan mannequin, boneka atau doll, itu tidak ada yang salah. Baik-baik saja, hanya saja akan menjadi masalah, ketika keberadaannya malah membawa manusia menjauh dari Tuhan. Tidak akan ada orang yang menyembah mannequin, eh ada yang menyembah baliho ding ya, ups keceplosan.

Sprit doll menjadi perhatian publik karena para pelakunya adalah selibritas yang kondang. Apapun yang mereka lakukan diulik oleh publik. Masalahnya adalah elit, tokoh publik itu belum tentu bener dalam banyak hal. Eh di sisi lain, para penggemar ini menjadikan mereka rujukan. Semua perilaku mereka benar dan layak ditiru.

Belum lagi perilaku kita yang suka pro dan kontra. Ribut dan ribet pada pepesan kosong, di mana tidak ada yang bermanfaat juga, namun seolah itu adalah akhir zaman. Padahal hal yang sepele.

Kehidupan artis yang hanya bergantung pada keglamoran dan ketenaran tanpa isi, biasa membuat sensasi demi tetap eksis. Padahal begitu banyak cara untuk berprestasi bukan sekadar sensasi.

Mau apalagi, ketika baliho saja disembah, wajar ada yang memuja boneka dan dianggap anak. Sisi lain, pemancungan mannequin juga berlebihan. Semua hal memang perlu dijalani dan dilalui.

Kadar beragamanya memang masih pada taraf  ini. Semua perlu  proses dan perjuangan terus menerus.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun