Predator Seksual Terungkap, Kini Predator Keuangan Plat Merah Menggeliat
Beberapa waktu terakhir, pembicaraan masalah predator seksual begitu marak. Begitu banyak kota dan melaporkan temuannya. Kampus-kampus terpandang juga ternyata menyimpan bom waktu. Satu demi satu menyeruak.
Ternyata keamanan bukan semata soal anak dengan seksualitasnya. Uang pun menjadi sumber bencana. Salah satu nasabah bank plat merah menerima nasib tragis, karena menjadi terdakwa tapi tidak melakukan apa yang didakwakan.
Seorang nasabah bank plat merah tiba-tiba mendapatkan transferan fantastis. Bak durian runtuh karena dalam mata uang asing. Merasa tidak tahu dari mana, kemudian ia mempertanyakan kebenaran ke pihak bank.
Berkali ulang ia mengurus itu. Karena pernah membeli lotere ketika di luar negeri, apakah itu benar dari itu. Usai kesikian kalinya bolak-balik tanpa kejelasan, pada suatu ketika ada dari salah satu pihak bank membenarkan bahwa itu uang lotere tersebut.
Kisah berlanjut, kala nasabah meminta memindahkan sebagian "dananya" ke deposito. Tiba-tiba malah mendapat tekanan untuk mengembalikan uang yang memang asalnya dia sendiri tidak tahu dari mana.
Pernyataan pihak bank yang menjadi pedoman tentu saja, dan bisa dipastikan tidak akan ada rekaman atau bentuk hitam di atas putih sebagai sebuah kesaksian bahwa ia tidak mengambil uang siapapun.
Apa yang terjadi, sangat mungkin adalah upaya kriminalisasi nasabah oleh pihak bank. Mungkin sedikit spekulatif dan berfikir buruk. Namun beberapa fakta yang ada bisa membuktikan asumsi itu ada benarnya.
Ketika ada upaya mediasi yang dilakukan pihak bank, si nasabah membawa pengacara. Malah dari pihak bank marah-marah kepada si pengacara. Padahal hal yang lumrah, di era modern ini menggunakan jasa penasihat hukum.
Tidak semua orang paham hukum. Hal yang wajar karena awam mengenai hal-ikhwal peraturan dan perundangan, meminta pendampingan ahlinya. Menjadi aneh, ketika ada yang marah dan malah cenderung merendahkan profesi lain.
Profesi perbankan yang tidak terima keberadaan profesi penasihat hukum. Ada apa? Jika tidak ada masalah tentunya tidak perlu memarahi pihak lain yang dibawa nasabah yang sedang berhadapan dengan pihak yang jauh lebih gede dan berkuasa.
Sering becandaan anak-anak, kalau tidak bersalah mengapa nyolot, sama juga dengan orang yang tidak kentut pasti akan diam saja, meskipun dituduh macam-macam. Yang akan mempertahankan diri secara berlebihan itu biasanya yang melakukan.
Penghormatan pada keberadaan pihak lain menjadi lemah. Jika tidak berkenan ya nyatakan saja dengan sopan dan biasa saja. Malah menjadi tanda tanya.
Jika benar ada sesuatu, kriminalisasi atau apapun namanya. Toh nasabah sudah mencari berkali-kali asal-usul uang itu dari mana. Tapi tidak ada kejelasan. Ketika ada sebuah kemungkinan, itu sangat mungkin karena adanya pernyataan pernah membeli lotere. Miris jika pernyataan sendiri malah jadi bumerang dan menjadi alat bagi pihak lain untuk mendapatkan keuntungan.
Sebenarnya hal demikian bukan barang baru. Konsumen apapun di Indonesia, ada pada posisi lemah dan hampir pasti kalah. Keadaan ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memang mencari untung. Lihat saja pegawai yang membocorkan data pribadi Denny Siregar. Lagi-lagi plat merah.
Pegawai yang amanah, karyawan yang bisa dipercaya, itu makin langka di negeri ini. Hal yang bisa terjadi karena keteladanan. Lihat saja berapabanyak elit yang bergaya hidup mewah dan itu karena uang nyolong, korupsi, suap, dan sejenisnya. Profil yang tidak sama dengan gaji dan pendapatan.
Kehati-hatian dari pihak nasabah mau bagaimana lagi, ketika memang sudah terkondisi bahwa pegawai tidak amanah. Susah, karena mentalitas hedonis dan gaya hidup tinggi sudah menjadi trend.
Pemangku kebijakan lebih tinggi juga abai akan hal itu. Lihat saja bagaimana kredit macet tidak pernah diselesaikan dengan semestinya. Kasus hukum juga akan cenderung menumbalkan konsumen, nasabah, atau pegawai kecil, yang pastinya tidak mendapatkan keuntungan sama sekali.
Makin susah mencari pihak yang tepercaya, bisa dijadikan rujukan dan pedoman, dan tempat aman untuk apa saja. Apakah yang berbau agama, atau sekular, tidak ada bedanya. Mau swasta atau negeri juga relatif sama. Malah cenderung aman yang nonplat merah.
Perhatian bagi nasabah dan siapapun, bahwa hal yang luar biasa perlu bantuan dari ahlinya. Memang kadang jasa penasihat hukum tidak murah. Tetapi bisa bahaya jika menghadapi kekuatan pihak bank atau lembaga apapun. Mahal sedikit tidak soal, asal tidak sial bertubi-tubi.
Rekrutmen yang bertele-tele dan seolah hanya malaikat yang diterima itu belum menjamin mutu dan integritas pegawai. Lihat saja penipuan berbagai-bagai modusnya itu orang-orang yang sudah lolos seleksi berjibun.
Ini semua masalah akhlak, moral, dan etika. Ketika orang taga mengorbankan orang lain demi menjamin ia hidup mewah dianggap biasa saja, ya wasalam. Tidak ada yang bisa membantah, bahwa akan terus terjadi.
Hampir semua lini bermasalah dengan integritas. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar dan seolah belum tersadari, sebagaimana penyakit KKN. Ini saja masih belepotan, apalagi integritas.
Miris ketika bangga sebagai negeri religius, namun memunggungi peradaban dan menjadikan pihak lain sebagai korban dengan tenang-tenang saja. Negeriku oh negeriku.
Terima kasih.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H