Kominfo Lindungi Ekosistem Game, Bagaimana Tuntutan Warga?
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Plate mendukung pemerintah untuk mendongkrak ekosistem industri game Tanah Air. Melalui penyelenggaraan Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) 2021, Kemkominfo berupaya mendorong industri game nasional menguasai pasar dalam negeri dan luar negeri.
"Kami ingin melihat para pelaku industri game dalam negeri dapat menguasai pangsa pasar yang lebih besar di negeri sendiri, dapat menciptakan produk-produk gim yang bisa bersaing dengan game developer global," ujarnya melalui rekaman video dalam IGDX 2021 Conference di Kuta, Bali, Senin (22/11) https://www.merdeka.com/teknologi/menkominfo-pelaku-industri-game-lokal-mampu-kuasai-pasar-negeri-sendiri.html.
Beberapa bulan lalu, seorang rekan profesi guru sekaligus bapak, mengeluhkan bagaimana anak-anak, asyik main game sepanjang waktu. Smartphone sudah sebuah kebutuhan primer, kalau PJJ berlangsung. Kemarin juga melihat, cara anak menatap layar, miris, kepala hampir tanpa jarak dengan hapenya.
Dulu, kala sepak bola Indonesia begitu menjanjikan, main bagus, enak dilihat, dan permainan sungguh-sungguh ada pola. Fisik pemain juga terlihat baik, tidak ada yang ngos-ngosan dalam pertandinga. SSB begitu banyak peminat. Orang tua bahkan mengantar dengan rela, mak-mak pun ikut terlibat.
Pemain sepak bola menjanjikan masa depan. Investasi masuk sekolah sepak bola bukan sebuah masalah. sama juga dengan era tahun 60an-70-an, di mana menjadi artis, seniman, atau atlet, mana ada orang tua yang rela hati. Mau jadi apa dengan latihan seperti itu.
Hal  yang sama terjadi, pada era milenial ini. Game bukan barang buruk sebenarnya. Masalahnya adalah paradigma dan sudut pandang dalam melihatnya. Beda generasi, sama dengan orang-orang tua dulu yang melihat artis, seniman, atau atlet mana menjanjikan hidup dan masa depan.
Game sudah masuk jenis olah raga baru yang dipertandingkan dalam gelaran multieven, tiga tahun lalu dalam Asian Games di Indonesia, cabang ini dijadikan ajang mendulang keping medali dari Indonesia. Â Memang masih belum cukup familiar dan akrab dengan masyarakat kebanyakan.
Main game ya hanya main-main, buang waktu senggang, dan iseng. Mana ada pemikiran bahwa itu adalah pengembangan diri dan juga profesi bahkan. Hal yang sangat susah dipahami manusia generasi lampau. Lha yang lahir 70-80-an saja masih sering gamang melihat potensi gamer.
Sebenarnya masalah terletak pada waktu yang tersita, padahal harusnya belajar namun main game. Padahal, sama dengan atlet, latihan itu juga seolah membuang waktu bagi yang tidak suka sebagai atlet. Ini soal paradigma dan cara memandang semata.
Orang tua bisa jadi galau kalau anaknya asyik ngegam dan tidak belajar. Bagaimana sekolah, nilai, dan nantinya masa depan akan didapat dengan modal yang tidak cukup. Pemahaman yang baik dan menyeluruh.
Anak juga belum tentu paham, bahwa gamer bisa menjadi masa depan yang cemerlang. Pokoknya asyik dan menyenangkan jalani dan menghabiskan waktu seharian untuk main games. Wajar jika guru dan orang tua cemas.
Kominfo melihat hal ini sebagai potensi yang sangat menjanjikan. Ingat, bukan semata main games yang menghabiskan energi, waktu, dan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Jangan salah, membuat games, main games, dan juga menjual itu juga pekerjaan yang bermartabat. Peluang bagus di era digital.
Ada 40 pengembang game digital yang bertemu dengan 100 lebih pelaku industri game, ini tentu peluang besar untuk berkolaborasi lebih lanjut. Â Peluang itu terbuka lebar dengan fatualisasi data yang akurat.
Pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta, setara dengan 73% populasi bangsa Indonesia. Melek internet, yang perlu diarahkan untuk produktifitas, bukan semata menjadi penonton, Â penyebar hoax, dan juga penikmat situs porno apalagi terorisme.
Potensi besar bangsa ini atas game adalah aneka kekayaan budaya dan adat istiadat. Ada 801 bahasa daerah dan begitu banyak cerita kerajaan, cerita rakyat, dan nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan inspirasi dalam membuat gim. Beberapa contoh gim buatan anak bangsa mengambil cerita tentang Borobudur. Dreadout mengambil cerita hantu khas Indonesia. Baru diliris Battle of Satria Dewa, dengan cerita tokoh heroik Indonesia.
Potensi ekonomi bisnis juga tidak main-main, Riset dari New Zoo tahun 2020 melaporkan nilai ekonomi gim Indonesia mencapai 1,7 Milliar US Dollar. Namun, gim lokal baru bisa menyerap 8 Juta US Dollar. Angka ini harusnya bisa kita tingkatkan, dengan menghasilkan gim baru yang bisa menembus pasar nasional dan global. Saat ini, kita harus mengambil alih marketshare yang dikuasai oleh gim dari luar.
Peraturan Menteri Kominfo, no. 11 tahun 2016, yang mengatur klasifikasi permainan interaktif elektronik atau Indonesia Game Rating System. Game yang ada di Indonesia sesuai denga adat, budaya, dan kebiasaan negeri ini. Termasuk game buatan luar harus tunduk pada peraturan ini.
Bangsa ini harus mulai terlibat aktif bukan semata penonton dan penikmat game produk global namun  juga mulai menjadi pemain yang meramaikan pasar nasional.
Kominfo tentu ingin melihat pelaku industri gim lokal dan pengembang gim lokal Indonesia bukan lagi menjadi penonton dan penikmat produk global di pasar nasional. Tapi menjadi pemain yang ikut berkompetisi, bersaing secara sehat sehingga nantinya pasar industri gim Indonesia dapat dikuasai oleh anak-anak bangsa.
Terima kasih
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H