Cucu Nyi Roro Kidul dan Irrasionalnya Politikus, Termasuk Uang
Ada persidangan penipuan dengan korban anggota dewan. Cukup  memilukan, ketika ketakutan KPK kemudian mengandalkan tangan cucu dari penguasa Laut Selatan. Si pelaku mengaku cucu Nyi Roro Kidul yang akan mengamankan anggota dewan ini dari kejaran KPK. Ada beberapa hal yang tidak masuk akal, namun kog ya dipercaya.
Okelah, kalau demi menang dengan mudah, bertahan di kursi dewan tanpa khawatir didongkel, mengandalkan hal yang begituan masih sangat wajar. Ingat, ini Indonesia, sisi klenik, sisi metafisika begini masih sangat kuat.
Tidak di pergantian antarwaktu karena alasan tidak masuk akal. Tiba-tiba sakit, atau mendadak lupa ingatan itu sangat mungkin. Bangsa ini masih kuat model demikian. Pagi baik-baik saja, di jalan tumbang tanpa ada gejala. Paling medis mengenalnya serangan jantung. Padahal belum tentu juga.
Atau sedang mengemudi tiba-tiba ban pecah. Padahal masih baru. Atau ada truk nyelonong memotong laju kendaraannya yang mungil. Hal-hal yang tidak nalar seperti ini sih masih bisa dipahami, jika mereka perlu jimat, ajian, atau apapun demi tetap bertahan selama mungkin di DPR.
Serba tidak bisa dinalar dan tidak terukur begitu masih bisa dipahami, ketika mencari benteng dan pengamanan dari sisi seperti ini. Menjadi aneh dan lucu, ketika itu terukur, penegakan hukum, dan parameternya jelas pakai banget.
Ketika diburu atau jadi target KPK, kan jelas indikasi, parameter, dan keberadaan siapa-siapa yang memang mengumpulkan uang tidak bener, jelas sebenarnya. Aneh saja jika tidak maling kog takut KPK. Ada beberapa hal yang layak dicermati;
Apakah segitu buruknya lembaga dewan ini, sehingga tidak tahu mana uang yang asli hak atau uang suap dan sebagainya. Jika tahu, akan dengan mudah bertahan dari jebakan KPK, misalnya. Ini sih asumif, sebagaimana di jalanan, meskipun tidak melanggar. Toh  bisa saja yang menjadi alasan untuk menilang.
LHKPN lancar dan rutin, sesuai dengan apa yang dimiliki dan didapat, tentu KPK tidak akan bisa bertindak untuk menjadikannya target dan masuk bui. Sesederhana itu, jika hidup memang sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku.
Peristiwa ini, jika memang serius untuk memberantas korupsi, ya dijadikan titik tolak untuk menyelidiki dengan lebih komprehensif. Ada anggota dewan sampai ketakutan dan bertindak irrasional itu berarti ada apa-apanya.
Jika tidak salah, harta kekayaannya diperoleh dengan sangat jelas, mengapa takut KPK, kan aneh. Berarti ada sesuatu. Bayangkan, jika semua anggota dewan itu berbuat seperti itu?
Pakh itu akan terjadi? Penyelidikan dan pengusutan? Tidak akan. Pesimis duluanlah. Toh masih banyak yang masuk dalam fakta persidangan saja tidak diupayakan lanjut, apalagi hanya sebuh peristiwa seperti ini.
Bisa dipahami, bagaimana mutu, kualitas dari hasil produk dewan, ketika pola pikirnya saja seperti ini. sol kleniknya, ya sudahlah, mau apa lagi. Toh fenomena itu sangat kuat menghinggapi pemikiran masyarakat kita. Menggunakan cekelan, keris, jimat, atau yang lainnya masih menguasai benak bangsa ini.
Tetapi, ketakutan KPK, ini sudah payah deh. Pantas saja kinerjanya sangat buruk. Lihat saja itu mana ada produk UU yang inisiatif dari dewan, lebih banyak dari eksekutif. Kemudian karena merasa tinggi hati, akhirnya ngasal sok kritis padahal sering tidak tahu pokok masalah.
Mutu dewan memang payah. Negara harus nombok dengan memberikan beaya bagi mereka dengan adanya staf ahli. Ini sudah sepantasnya mereka yang membayar, karena mereka yang butuh dan tidak profesional.
Susah akan maju, karena ternyata mutunya sangat rendah seperti ini. bayangkan ketakutan pada hal yang  tidak cukup beralasan. Bagaimana sikap partai politik pengusungnya coba jika seperti ini. paling juga diam saja.
ATM partai politik. Publik juga paham, bagaimana kinerja parpol negara ini. Mereka hidup dari saweran kader yang menjabat. Nah, kadang demi bisa memberikan lebih pada partai dan demi naik taraf sangat mungkin mereka mengumpulkan uang dengan maling anggaran, menerima suap, dan seterusnya.
Pantas saja desas-desus kalau UU atau minimal ayat dan pasalnya ada yang bisa pesan. Sering terdengar kan, tiba-tiba muncu kalimat aneh atau malah hilang dalam sebuah pembicaraan. Â
Apa yang terjadi makin membuka mata, persoalan politik dan partai politik itu sangat komplek, beigtu banyak masalah, dan kadang dianggap biasa-biasa saja. Tidak sebuah masalah, hal yang lumrah. Kesalahan yang sudah dianggap benar.
Bagaimana mau menuntut kerja bener, ketika hidupnya saja penuh ketakutan seperti itu. Mudah dikelabui, tidak rasional, dan maaf seolah tidak berpendidikan. Membayangkan bagaimana mereka memikirkan negara dan rakyat, jika sesederhana itu saja tidak mampu bersikap kritis.
Jabatan itu kan kepercayaan, dipertahankan ya dengan kinerja, bukan malah seperti ini. upaya dan usaha itu baik, namun yang berdasar juga, tidak ngasal seperti ini. Penipuan  hampir saban hari lewat via pesan singkat, eh masih juga ada yang kemakan, levelnya anggota dewan pula.
Bangsa ini memang masih jauh dari melek dalam hal-hal yang logis. Justru seolah sangat menutup mta untuk bisa terbuka dengan keadaan seperti itu.
Semua memang harus dihadapi sebagai sebuah proses. Naif sih iya, tetapi mau apa lagi?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H