Kala kemarin satgas melaporkan angka sangat rendah, bahkan hanya DKI Jakata yang melaporkan tiga digit pengidap baru harian, eh dini hari kembali "pendemi" melanda. Kali ini media sosial paling gede pengguna, ada FB, WA, dan Ig barengan bertumbangan.
Orang yang tidak tergantung dengan platform media sosial sangat mungkin biasa saja, tidak berdampak. Memahami ini sebagai sarana saja.
Nah, berbeda bagi generasi kekinian, di mana media sosial, media percakapan seolah adalah segalanya, pastilah galau, dan akhirnya tidur. Keadaan pas saatnya tidur saja, karena toh memang jam istirahat. Entah tidur karena jengkel, tidak berdaya, atau masih sedikit-sedikit melihat untuk tahu keadaan terbaru.
Pihak yang realistis, tidak begitu tergantung dan fanatis pada media sosial tentu akan mencari dan menggunakan applikasi yang menunjang. Â Sangat sederhana, tidak perlu kehabisan energi untuk ribet dan ribut. Memang kadang menjadi ribet karena tidak familiar.
Sama, ketika pandemi dan butuh oksigen, yang alamiah tidak bisa, akhirnya menggunakan yang tabung. Ada ongkos, ada kesulitan, dan sangat tidak leluasa.
Pandemi covid ataupun medsos ini sejatinya membawa orang kembali kepada jati diri manusia yang hakiki. Sejenak ngaso dari hiruk pikuk dunia, menikmati segala sesuatunya di dalam rumah. Keluarga, semua dilakukan dari dalam rumah. Aktifitas, bahkan pekerjaan.
Orang yang selama ini menjadikan rumah hanya sebuah halte, shelter, atau persinggahan, dipaksa untuk diam, tenang, dan menikmati rumah sebagaimana artinya. Suka atau tidak, jenak atau enggak, mau tidak mau, ya di rumah.
Media sosial telah mengambil peran itu. Di dalam rumah, terkungkung tembok atau dinding, toh semua bisa terjembatani dengan adanya media sosial. Orang sangat mungkin ramai dengan dunia luar, namun sejatinya kesepian di dalam kenyataannya.
Terhubung dengan mana-mana, dengan yang ada di sampingnya malah terputus. Hal yang lebih-lebih selama pandemi ini. Media sosial membalikan keadaan yang sejatinya perlu dimaknai atas pandemi.
Sosial, socius, kawan, teman, namun kadang menjadi malah soksial, di mana orang lupa pada hakikat komunikasi. pengabaian yang ada di depannya, karena bosan, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Lihat saja di mall-mall, pusat jajan, di mana keluarga malah asyik dengan layar, padahal satu keluarga.
Hakikat keluarga, kerabat, saudara terhapuskan atas nama sosial, teman, kawan, yang kenal pun tidak sama sekali dalam kenyataan. Kecocokan maya, yang belum tentu benar telah mengambil alih keadaan.