Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Tumbangnya Raksasa, WA, FB, dan IG, Pandemi Medsos

5 Oktober 2021   13:15 Diperbarui: 5 Oktober 2021   15:59 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Sosial. Sumber: Okezone

Belajar dari Tumbangnya Raksasa WA, FB, dan Ig, Pandemi Medsos

Beberapa bulan lalu, kala pandemi memasuki gelombang kedua, sempat terjadi banyak kepanikan. Rumah sakit kewalahan, pasien banyak yang tidak tertangani dengan semestinya. Pengemudi taksi berkisah panggilan hilir mudik untuk mengantar pasien. Selasar-selasar rumah sakit penuh pasien.

Oksigen tiba-tiba langka, dan biasa makelar langsung berburu rente. Orang baru pada ngeh betapa oksigen itu mahal dan sangat penting. Semenit saja kehabisan oksigen akan diingat seumur hidup. nyawa sudah ada di depan mata, tinggal siap-siap menuju kuburan. Memento mori.

Berita dari mesjid bersaut-sautan. Mengabarkan kematian. Seorang modin di kampung, sampai harus menangis ketika mengumumkan adanya warga yang kembali meninggal. Rekor sehari enam, namun covid pasti hanya dua. Jauh lebih banyak orang-orang sepuh yang memang sudah sangat wajar jika meninggal. Sakit lama, juga sudah tidak berdaya.

Seolah orang menjadi begitu peduli pada kematian, taat tidak ke mana-mana, hanya ngendon di dalam rumah dan menolak tamu untuk datang. Kondisi yang diawali oleh kepedean karena keadaan sudah membaik. Padahal belum selesai sama sekali.

Masyarakat itu sudah terbiasa hidup dengan spontan. Apapun dilakukan ya begitu saja, bangun, beraktivitas, bisa bekerja, belajar, atau ngerumpi, mengurus rumah tangga, dan pokoknya rutin setiap harinya.  Nah, pandemi memotong aktivitas itu.

Semua berteriak, merasa tidak nyaman hanya di rumah saja. Seolah terkungkung, wajar ada narasi kita ketakutan dengan virus. Atau apa ada si covid, hanya ditakut-takuti, konspirasi, dan sebagainya. Ini adalah mekanisme ketidakberdayaan.

Mau marah kepada siapa, mau menerima keadaa toh berat juga. Ditambah bahwa begitu banyak keadaan yang tidak mengenakan itu terjadi. kebutuhan menjadi meningkat dengan beaya masker, hand sanitizer, paket data, jajan anak yang selalu di rumah, dan seterusnya. Posisi lain, pendapatan sangat mungkin berkurang.

Ini faktual yang sangat tidak mudah dihadapi.  Kemungkinan besar banyak yang stres, namun memang belum ada survey yang merilis penelitian ini. Tentu saja lembaga survey tidak tega atas nama kemanusiaan jika mengadakan penelitian ini.

Masyarakat banyak yang bersikap positif, tetapi tetap saja banyak pula yang berpikir buruk sehingga makin memperburuk keadaan. Hal yang wajar.

Pandemi Sosmed

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun