#Torang Bisa, PON Papua, Kominfo, dan Diplomasi Olah Raga
PON Papua ini sebuah capaian luar biasa. Bagaimana Sulawesi baru menyelenggarakan satu  kali, PON IV, era Oorba.  Kalimantan sekali, era modern, PON XVII, Sumatera tiga kali, wajar karena luas dan juga paradigma yang berubah, PON XVIII, XVI, dan III.
Jawa saja hanya Jakarta sebagai pusat, Bandung, Surabaya, dan Solo karena pertama kali, bukan pilihan rasional, sebagaimana era modern ini. Â Jadi sangat menarik Papua menyelenggarakan PON. Sebuah prestasi dan capaian luar biasa. Biar orang juga mengenal dengan baik, bagaimana Papua itu adanya.
Kondisi Papua sedikit memanas akhir-akhir ini. Â Wajar sih, banyak kepentingan di sana. Mau dalam atau luar negeri sama saja. Free Port itu makanan empuk yang semua suka. Tiba-tiba diambil alih.Â
Siapa yang selama ini berpesta, tentu saja enggan terganggu. Siapa sih yang sudah berpesta pora dan asyik tiba-tiba musik dimatikan, suplay makanan dihentikan, ngamuk kan?
Kampanya di luar, jelas karena memang ada agenda dari luar, contoh Veronica Koman, atau di PBB seperti kemarin dulu itu. Negara yang tidak cukup signifikan namun berteriak, tanpa sulit jelas bisa diatasi. Mereka ini juga dapat dukungan dari elit Jakarta yang haus dan tamak soal uang dan kekuasaan. Siapa mereka? Tidak penting dalam tulisan ini.
PON Papua
Keberadaan Papua sebagai sebuah pulau, bagian Indonesia, dan juga dengan aneka ragam kekayaan alam dan budayanya, selama ini hanya menjadi komoditi. Elit-elit di Papua juga sama saja. Mereka cenderung pokok kenyang dan pesta. Soal rakyat sejahtera atau tidak, mana peduli. Hal yang berlangsung sekian lama.
Keberanian mengajukan diri dan juga dipilih menjadi tuan rumah event sebesar PON bukan barang sepele. Papua setara dengan daerah lain di Indonesia. Bagaimana mereka kini malah melampaui provinsi-provinsi lain sebagai penyelenggara  pesta olah raga terbesar di Indonesia.
Pembangunan yang sangat masif, ini juga penting sebagai kampanye dengan karya bukan seperti Wenda dan Coman yang berteriak-teriak di luar sana, namun tanah Papua seperti apa tidak tahu.
Kominfo-Johnny Plate
Johnny Plate memikul tanggung jawab sangat berat. Bagaimana menyuguhkan pesta di Papua untuk seluruh negeri. Wajar sebelum acara puncak dimulai Menkominfo sudah berkunjung ke sana untuk memantau, melihat, dan menyaksikan sendiri persiapan dan kesiapan sarana dan prasarana, utamanya yang berkaitan dengan Kominfo tentu saja.
Syukur bahwa pencanangan tol udara yang bagi sebagian pihak adalah bahan untuk mencibir, utamanya masa pilpres, kini menemukan efek manfaatnya. Bagaimana bisa menyaksikan pertandingan dan perlombaan yang demikian jauh. Pandemi lagi, sudah ada dua kendala.
Jembatan itu ada pada tol langit yang visioner. Menyatukan yang terpisahkan karena jarak geografis, pun karena pandemi. Semua bisa menyatu untuk berpesta dalam PON kali ini. Papua hebat,
Kawasan Indonesia itu atas pulau dan juga bukit bahkan gunung. Tidak semua daerah bisa tersambung dengan serat optik. Maka, satelit menjadi pelengkap yang tidak kalah pentingnya. Satelit satia melengkapi daerah-daerah yang belum tersambung.
Satelit juga perlu tambahan stasiun untuk membawa jaringan itu dari rumah ke rumah. Pembangunan BTS di daerah 3T. Sebuah kehendak untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial, tanpa melupakan persatuan Indonesia.
Indonesia itu ya terdiri atas Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Pulau Rote, bukan semata Jawa, apalagi Jakarta. Konektivitas sangat penting. Kota-kota besar sudah memasuki 5G, daerah terpencil, terdepan, dan  tertinggal pun juga warga NKRI. Ketika selama ini pembangunan hanya Jawa, madura, dan Bali, itu tidak ada lagi. Mereka pun harus melayani rasanya kemajuan yang sama.
Pembangunan BTS di Papua sejumlah 4200, 9113 desa sudah terlayani internet untuk tahun 2021. Ini memang sangat penting. Bagaimana covid mengajak berkejaran dengan waktu. Perdagangan, ekonomi, terutama pendidikan sekarang sangat perlu yang namanua internet.
Diplomasi Olah Raga
Papua bukan sederhana, pelik karena kepentingan. Pembangunan yang digelontorkan pusat dengan otsus ternyata seperti menuang air di tengah padang pasir. Tingkat korupsi sangat tinggi. Ini fakta.
Pembangunan masif, termasuk stadion dan perlengkapan untuk PON yang sejajar dengan Jakarta ini sebuah prestasi luar biasa. Reward juga untuk atelt Papua yang penuh dengan talenta. Mereka tidak kalah, hanya masalah kesempatan dan perhatian.
Masalah memang pernah ada, apakah itu menjadi fokus terus dan tidak akan beranjak? Tentu tidak bukan. Kesempatan untuk sejajar. Perilaku jahat sekian puluh tahun memang perlu rekonsiliasi. Pengakuan pemerintah bahwa ada yang salah, itu sebagai sarana pengampunan.
Perhatian selama ini, pembangunan dan jaringan internet, sebagai sebuah penebus dosa atas eksplorasi Papua selama ini yang sangat kejam. Pengalaman Timor Timur alias Timor Leste semoga menjadi pembelajaran. Bagaimana emosional sesaat, apalagi kepentingan Australia demikian gamblang, tidak menjadikan Papua terlena.
Talenta yang ada itu melimpah. Sumber daya alam juga sangat banyak. Jangan malah tikus mati di tengah lumbung.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H