Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menag: Sing Waras Aja Ngalah

30 September 2021   17:08 Diperbarui: 30 September 2021   17:20 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menag: Sing Waras Aja Ngalah

Menag dalam sebuah acara di Bantul mengatakan, demi kerukunan bersama, sing waras aja ngalah. Hal yang sama pernah dinyatakan oleh Buya Syafei di mana beliau mengatakan, demi melawan hoax, yang waras jangan diam.  Ada sebuah korelasi di mana mereka berdua menyoroti orang baik, waras, dan tahu jangan hanya diam.

Tentu ini bukan menyoal bagaimana falsafah Jawa yang luar biasa indah dan mendalam itu sebagai sebuah bentuk kekeliruan. Tidak pula Gusmen mengajak kita, masyarakat untuk melakukan tindakan bar-bar.

Orang yang masih waras harus bertindak, menjawab, dan mengatakan apa yang memang harus dikatakan. Selama ini, media, terutama media sosial telah dikuasai kelompok yang menyuarakan, bahwa mereka saja yang benar. Berbeda itu salah, lain itu berarti musuh, yang layak diperangi.

Perang opini demi pembentukan opini telah membuat perkutuban yang seolah  tidak bisa disatukan lagi. Kek minyak dan air. Sejatinya mereka ini tidak banyak, hanya saja besar mulut dan gede omongan, sejatinya kosong.

Nah, orang pinter, orang bener, dan orang yang lebih tahu biasanya memilih dua sikap ini. pertama, diam saja, merasa tidak berguna melawan orang atau kelompok demikian. Merasa sia-sia, sama juga mau mendirikan benang basah.

Sikap yang wajar, karena toh memang membuat mual. Sudah tahu kalau salah, maaf bodoh, dan tidak tau apa-apa, namun memaksakan kehendak, merasa diri lebih dari lawan yang mencoba menasihati.

Kalau kalah berargumen nanti melecehkan, merendahkan, dan ujungnya memaki-maki, tidak karuan. Tidak lagi soal isi atau konten, namun juga mengarah pada pribadi dan fisik.

Jadi, kondisi demikian, orang yang tahu enggan untuk meneruskan percakapan. Percuma. Mengadapi batu tetapi merasa diri tanah liat.

Sikap kedua, acuh tak acuh merasa tidak perlu ikut-ikutan. Ini juga wajar, karena enggak repot. Pilihan manusiawi, dan itu juga hak atas hidup. Tabiat kita memang cenderung demikian, hal yang tidak penting malahan kepo.

Nah, karena sikap demikian, merajalelalah para kaum merasa diri paling itu. pernyataan Gusmen ini tepat guna, tepat waktu, dan memang sudah seharusnya demikian. Jangan dibiarkan leluasa seperti selama ini.

Konteks ketika ada falsafah sing waras ngalah itu tentu saja ketika Jawa ada pada posisi yang sangat nyaman. Godaan itu tidak menjadi masalah, dibiarkan saja. Ancaman dan godaan semata dianggap ora waras, tidak  waras, sinting, atau gila.

Nah, karan posisi orang berkesadaran, meminjam istilah Antonny de Mello, awareness. Sikap yang akan diterima pasti malu dan berubah sikap. Ini sikap dewasa, bijaksana, terbuka, dan sangat enggan berkonflik.

Tentu saja hal yang sama tidak bisa dilakukan begitu saja  di era sekarang ini. Bagaimana kini, orang tidak hidup di dalam kesadaran. Dominasi kepentingan ideologi dan kekuasaan. Hal inilah yang membuat orang mengendalikan pihak lain dengan sikap  menguasai, membentuk opini dengan narasi yang membeda-bedakan, mengotak-kotakkan satu sama lain.

Gusmen menjadi pioner sebagai menteri agama, bukan menteri salah satu agama. Pernyataannya sangat keras dan tegas mengenai hal ini. menghadapi orang tidak waras, ya dengan pembelajaran. Apa maksudnya? Agar tidak lebih banyak yang tidak waras. Mengapa?

Yang tidak waras biar saja. Namun jangan sampai mereka menambah  pengaruh sehingga yang tidak waras bertambah. Susah mengubah mereka, apalagi sudah tercuci otaknya dengan indoktrinasi, agama, siksa neraka lagi.

Membentengi bahwa paham tidak waras itu tidak lebih banyak menghinggapi pihak-pihak yang apatis dan acuh tak acuh. Ini memang   harapan dari para pelaku. Jika sudah demikian akan melemah jati diri bangsa.

Sering mendapatkan pernyataan, cenderung teguran sih, mengapa menulis politik, nyerempet bahaya pula. Kini, mendapatkan legitimasi dari dua tokoh besar untuk tetap bersuara, berbicara, dan memberikan pencerahan sesuai kapasitas. Begitu banyak narasi sesat berseliweran, dan dianggap angin lali. Jangan kaget ketika suatu saat kebenaran itu sudah hilang sama sekali, karena sikap abai kaum waras.

Pembiaran selama ini. Lagi-lagi ini memang sebuah skenario, di mana orang termasuk elit menebarkan pemikiran, berita, dan bahkan kadang peristiwa saja sudah diubah demi kepentingan sendiri.

Kisah pemuka agama yang ditembak, karena September dikaitkan dengan PKI, eh ternyata si korban itu menyetubuhi istri pelaku saat memasang susuk. Bayangkan saja, ini kan sama sekali jauh dari faktanya. Pelaku penyebarnya bukan orang goblok lho, pernah menjabat wakil ketua dewan.

Anehnya, tidak pernah ada pertanggungjawaban atas perilaku busuk seperti itu. Selesai, terlupakan, tanpa ada perubahan sikap. Ini lho yang menurut Buya Syafeii dan Gusmen untuk jangan mau mengalah.

Media juga sama saja. Ngaco paling minta maaf, depresnya juga setali tiga uang. Tidak mampu berbuat apa-apa. Pembiaran lagi-lagi yang ada.

Kekuatan orang waras sudah sering menang. Lihat bagaimana dana bantuan untuk museum SBY akhirnya dibatalkan karena desakan warga net. Dibuka dan akhirnya pihak pemerintah daerah menarik dana itu. Coba tidak ada gerakan dari pegiat sosial media? Ya uang negara untuk kepentingan pribadi.

Salah satu petinggi BUMN terafiliasi dengan salah satu ormas yang sudah dilarang. Tidak pakai lama ledekan, meme, dan juga hujatan, akhirnya membuatnya mundur. Lagi-lagi sikap orang waras itu penting. Tidak diam saja.

Memang, kadang masih ada yang tetap ndableg, dan masih perlu banyak tindakan orang waras yang lebih banyak dan masif. Jangan salah, si tidak waras itu juga berupaya mengaku dan meyakinkan diri sebagai pihak yang waras.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun