Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Isu Kebocoran Data Presiden Jokowi Ternyata Ini

15 September 2021   10:58 Diperbarui: 15 September 2021   11:04 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena pengendalian pandemi covid 19 bukan semata manual dan membutuhkan kerja keras manusia. Kini semua terkendali secara digital. Susah mau mengelabui teknologi. Bangsa ini cerdas untuk mengutak-atik sehingga bisa mendapatkan keuntungan sendiri. Jika ini bisa berhasil dengan baik, jelas penanganan pandemi sangat cepat selesai. Kehendak mereka tidak tercapai dong.

Nah, ada saja ulah untuk merecokin ini. Katanya aplikasi ini begini dan begitu. Untung pemerintahan ini tahan banting. Di bawah kendali presiden koppig, semua tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Pun keadaan buruk pandemi ini makin susah, ketika maling masih berkeliaran dan membuat ulah macam-macam. Satgas tagih pengemplang BLBI bekerja keras dan jelas yang tersasar orang yang relatif sama lagi dengan para oposan dan pengharap kursi kekuasaaan.

Kolaborasi yang selalu merecokin pemerintah mendapatkan tambahan amunisi kejengkelan. Mendapatkan momentum lagi, kala sertifikat atas nama Joko Widodo bisa diakses oleh pihak lain. sumber data terbuka, bagaimana NIK diperoleh dari sumber resmi terbukan data KPU, dan tanggal pelaksanaan vaksin jelas diwartakan oleh media dengan sangat luas.

Lagi-lagi jadi bahan gorengan yang luar biasa masif. Padahal sertifikat yang mau dicetak yang konon berbahaya itu, apa pada lupa begitu banyak persyaratan yang meminta photo copy KTP. Bahaya sekian lamanya seolah tidak apa-apa. Mendadak jadi begitu bahaya karena sertifikat vaksin.

Kemarin, salah satu media memberitakan, Menkes menyatakan bahwa 3000 orang lebih mengidap positif corona namun mau masuk mall. Ada 43 orang positif terdetiksi di bandara, 63 orang calon penumpang kereta api, dan 55 lainnya saat hendak memasuki restoran. Karena applikasi PeduliLindungi, mereka ini ketahuan bahwa tidak bisa memasuki kawasan umum tersebut.

Bisa dibayangkan, jika tidak ada aplikasi tersebut, hanya mengandalkan pengecekan suhu tubuh, sangat mungkin temperatur badan itu normal. Ingat, banyak orang itu tanpa gejala, termasuk tidak demam, ternyata positif.

Bagaimana  jadinya, jika 3000 orang itu lolos dan jalan-jalan di dalam mall dengan sirkulasi udara sangat minim tersebut bersama-sama dengan orang-orang lain yang sehat namun rentan? Satu saja menular sampai lima orang sudah ada potensi 15.000 pengidap baru. Apa sih yang kita pelajari dari sini?

Pencegahan penyebaran itu susah karena orang keras kepala, ngeyel, mengedepankan hak dari pada kewajiban. Benar sudah dua tahun sumpek, lha emang hanya kalian yang sumpek?  Semua orang mengalami, toh bisa menahan diri. Aneh, menuntut hak tidak mau tahu kewajiban menjaga kesehatan diri dan lingkungan.

Politikus minim prestasi membuat ulah, isu, dan narasi pokok e. Pemerintah kudu salah, lemah, keliru, dan harus diganti. Padahal mereka ini ide saja sudah salah, apalagi kalau benar-benar melakukan tindakan dalam kondisi serba luar biasa seperti ini.

Seandainya saja, elit itu mau menahan diri sedikit, bekerja sama untuk mengatasi pandemi. Keadaan jauh lebih baik. Dengan direcokin barisan sakit hati, ideolog ngawur, dan mabuk agama saja bisa seperti ini. Untung Jokowi yang memimpin. Tidak bisa dibayangkan jika presidennya lemah dan mudah ditakut-takutin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun